Samarinda, Natmed.id – Angka stunting di Kalimantan Timur (Kaltim) masih bertahan di level tinggi, yakni 22,02 persen, hanya turun tipis dari 22,09 persen tahun sebelumnya. Pemerintah menilai, salah satu penyebab lambatnya penurunan ini adalah ketergantungan masyarakat pada beras dan terigu, yang membuat potensi pangan lokal belum dimanfaatkan optimal.
Hal itu disampaikan Wakil Gubernur Kaltim Seno Aji usai membuka Lomba Kreasi Menu Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman (B2SA) Non Beras Non Terigu berbasis pangan lokal tingkat provinsi di Gedung Olah Bebaya, Kompleks Kantor Gubernur Kaltim, Sabtu 11 Oktober 2025.
“Kita ingin keluar dari ketergantungan pada beras dan terigu. Singkong, pisang, jagung, talas, dan ubi punya kandungan gizi tinggi yang bisa membantu memperbaiki gizi masyarakat,” ujar Seno.
Ia menilai, pola konsumsi masyarakat yang masih terpusat pada bahan pangan impor berdampak langsung terhadap upaya perbaikan gizi anak dan ketahanan pangan keluarga.
“Kalau pola makan tidak berubah, sulit menekan angka stunting. Ini harus jadi gerakan bersama, bukan hanya tugas pemerintah,” katanya.
Seno menjelaskan, melalui lomba kreasi menu B2SA, masyarakat didorong untuk menciptakan inovasi kuliner sehat berbahan pangan lokal. Selain menekan stunting, program ini juga memperluas peluang ekonomi bagi pelaku UMKM di bidang kuliner dan pertanian.
“Pangan lokal itu sehat, murah, dan mencerminkan budaya kita. Kalau masyarakat terbiasa mengonsumsi hasil bumi sendiri, ekonomi daerah ikut tumbuh,” tegasnya.
Ia menambahkan, meski Kaltim merupakan provinsi dengan kontribusi ekonomi besar bagi nasional, tantangan di bidang kesehatan dasar tetap harus menjadi perhatian serius.
“Kita ini penyumbang hampir Rp1.000 triliun ke pusat, tapi masih punya PR soal gizi anak. Ini ironi yang harus kita benahi bersama,” ujar Seno.
Lomba kreasi menu B2SA 2025 diikuti 28 peserta dari kabupaten dan kota se-Kaltim, terdiri atas TP PKK, Dharma Wanita Persatuan, Persit, Bhayangkari, dan organisasi wanita lainnya.
Para peserta menampilkan beragam menu nonberas dan nonterigu berbasis bahan lokal seperti singkong, talas, dan jagung yang diharapkan menjadi inspirasi bagi masyarakat.