Samarinda, Natmed.id – Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) kembali jadi sorotan setelah sejumlah siswa SMA Negeri 13 Samarinda mengeluhkan jatah makan siang yang beraroma tak sedap, bahkan ada yang menemukan ulat dalam sayur.

Menu tersebut dipasok dari dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Sungai Pinang yang melayani dua sekolah, yaitu SMA Negeri 2 Samarinda dan SMA Negeri 13 Samarinda.
Kepala SPPG Sungai Pinang, Zidan Ramadan Sofyar, mengakui adanya laporan terkait lauk ayam yang tercium bau kurang sedap. Namun, ia menegaskan kondisi itu tidak terjadi secara menyeluruh.
“Ketika ompreng kembali ke dapur, memang ada sebagian yang baunya berubah. Tapi tidak semua. Saya pastikan tidak ada makanan yang basi,” ujar Zidan, Selasa 23 September 2025.
Menurutnya, bau tersebut diduga muncul akibat kesalahan teknis saat memasak menu ayam asam manis. Seharusnya, ayam digoreng sebelum dicampur dengan saus, namun pada hari itu justru direbus.
Proses memasak dimulai sekitar pukul 01.00 WITA, pemorsian dilakukan pukul 03.00–04.00 WITA, dan distribusi ke sekolah berlangsung pada pagi hari.
“Mungkin karena direbus, setelah dingin aromanya berubah. Ini jadi catatan kami untuk memperketat SOP di dapur, mulai dari bahan hingga proses masak,” jelasnya.
Selain masalah aroma, beberapa siswa juga melaporkan adanya ulat pada sayur. Zidan membantah hal itu terkait dengan makanan basi. Menurutnya, ulat muncul karena sayuran yang dipakai adalah hasil tanam tanpa pestisida.
“Itu indikasi sayur sehat, tapi tetap harus dibersihkan. Kami akui ada kelalaian di bagian persiapan bahan,” tambahnya.

SPPG Sungai Pinang kini berkomitmen memperketat standar operasional prosedur mulai dari penerimaan bahan baku, pengolahan, hingga pengecekan aroma, tekstur, dan rasa sebelum makanan didistribusikan.
“Kalau ada bahan yang mulai tercium bau atau teksturnya tidak layak, wajib dilaporkan dan diganti. Tidak boleh dipakai lagi,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan, makanan MBG harus dikonsumsi sebelum pukul 12.00 siang sesuai standar gizi. Meski pada awal program pernah ditempelkan label peringatan pada ompreng, aturan itu kini lebih banyak dijalankan berdasarkan kebiasaan di sekolah.
Dari total dua sekolah yang dilayani, yakni 1.071 siswa SMA Negeri 2 dan 861 siswa SMA Negeri 13, keluhan hanya muncul dari SMA Negeri 13. Bahkan, guru yang menerima sampel makanan menilai menu hari itu masih layak konsumsi.
Zidan menekankan bahwa pihaknya tidak menutup mata terhadap kritik. Ia memastikan evaluasi akan terus dilakukan agar kejadian serupa tidak terulang.
“Kami sudah menyiapkan SOP lebih ketat untuk menjaga kualitas makanan. Kejadian ini jadi pelajaran penting bagi kami,” pungkasnya.