Balikpapan,Natmed.id – Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Isran Noor, meminta negara-negara maju di dunia untuk turut bertanggung jawab menjaga lingkungan, bukan hanya masyarakat, pemerintah maupun LSM.
Isran Noor sebut negara-negara maju menuntut negara-negara pemilik hutan seperti Indonesia untuk konsisten menjaga hutan dengan berbagai kampanye, namun mereka sendiri enggan membantu dan berkontribusi atas upaya penyelematan hutan.
“Padahal mereka duluan merusak hutan. Mereka hanya menanam bunga matahari yang enam bulan harus dibabat dan rata lagi jadi tanah. Coba, lebih ramah lingkungan mana dengan perkebunan sawit?” tanya Isran.
Hal itu ia sampaikan ketika membuka Workshop Pelaksanaan Nilai Ekonomi Karbon dan Program Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Berbasis Hutan dan Lahan di Provinsi Kalimantan Timur di Hotel Novotel Balikpapan, Selasa (29/8/2023).
Isran menjelaskan, sawit berbentuk pohon sehingga sawit akan menahan panas saat terik, air saat hujan dan juga menyimpan air hingga 30 tahun.
“Sawit kita juga banyak menghasilkan oksigen untuk dunia dan sawit di Kaltim khususnya, bukan ditanam di hutan tapi areal bukan hutan. Namanya, areal penggunaan lainnya atau APL,” tegasnya.
Selain itu, perkebunan sawit di Kaltim juga menjaga areal konservasi tinggi dengan beragam hayati dan habitat di dalamnya.
Menurutnya negara-negara maju membangun industri besar mereka dengan merusak hutan dan kontribusi emisi yang juga sangat besar.
Di sisi lain, mereka justru menyerang Indonesia. Salah satunya dalam bentuk larangan ekspor minyak sawit ke Eropa karena menilai perkebunan sawit di Indonesia tidak ramah lingkungan.
“Jangan kita disuruh menjaga hutan, tapi mereka yang justru merusak hutan duluan,” tegasnya.
Ia menambahkan, sejak lebih dari 10 tahun lalu Kaltim telah berkomitmen menjaga hutan dan lingkungan dengan menjadikan isu lingkungan dalam RPJMD 2018-2013 dan menggaungkan Program Kaltim Hijau atau Kaltim Green.
Kaltim juga membuat berbagai regulasi berupa peraturan daerah dan peraturan gubernur untuk mitigasi perubahan iklim dan perkebunan berkelanjutan yang melibatkan semua komponen daerah, masyarakat, pemerintah dan NGO serta LSM.
“Dan faktanya upaya penurunan emisi karbon kita sudah dibayar oleh World Bank USD 20,9 juta dari total USD 110 juta melalui program FCPF Carbon Fund. Kita berhasil menurunkan 32 juta ton co2eq dari target 22 juta ton. Masih ada kelebihan 10 juta ton,” ungkapnya.
Dana karbon untuk Kaltim secara keseluruhan mencapai Rp1,3 triliun dan dana kompensasi karbon itu telah disalurkan ke kabupaten dan kota dimana masyarakat penerima manfaat yang secara konsisten menjaga hutan di sekitar mereka.