
Samarinda, natmed.id – Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Kalimantan Timur menilai rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang penyelenggaraan pendidikan masih menyisakan sejumlah kelemahan mendasar, terutama dalam aspek penegasan peran pendidikan agama dan perlindungan bagi guru yang bertugas di daerah terpencil.
Pandangan itu disampaikan langsung oleh juru bicara Fraksi PKS, Agusriansyah Ridwan, dalam Rapat Paripurna ke-25 DPRD Kalimantan Timur yang digelar pada Senin, 21 Juli 2025.
Dalam forum resmi tersebut, Agusriansyah menyoroti lemahnya perhatian Raperda terhadap dimensi pendidikan agama, baik di sekolah negeri maupun swasta.
Menurutnya, muatan tentang penguatan nilai-nilai moral dan spiritual dalam sistem pendidikan formal belum diatur secara eksplisit dalam draft peraturan yang tengah dibahas.
“Oleh karena itu, kami mendorong hadirnya ketentuan khusus mengenai peran strategis pendidikan agama dan moralitas dalam membentuk karakter peserta didik demi mendukung generasi emas yang berakhlak mulia di Kalimantan Timur,” ujar Agusriansyah.
Ia menegaskan, pendidikan tidak semata-mata harus ditekankan pada pencapaian akademik, tetapi juga perlu menanamkan nilai-nilai moral dan agama yang kuat sejak dini.
Karena itu, keberadaan guru agama yang berkualitas, seimbang, dan proporsional harus dijamin dalam sistem penyelenggaraan pendidikan, baik oleh pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota.
Selain sorotan terhadap pendidikan agama, Fraksi PKS juga mengangkat isu ketimpangan dan ketidakadilan yang masih dialami oleh tenaga pendidik di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).
Meski Raperda telah mengakui adanya persoalan guru di kawasan perbatasan dan pedalaman, fraksi menilai pengaturannya masih terlalu umum dan belum menjawab kebutuhan mendesak yang dihadapi para pendidik di lapangan.
Fraksi mengapresiasi arah kebijakan Raperda yang mulai memberi ruang terhadap permasalahan pendidikan di daerah terisolir.
Namun, menurut Agusriansyah, pengakuan tersebut perlu ditindaklanjuti secara konkret dalam batang tubuh peraturan, khususnya menyangkut pemberian insentif, jaminan perlindungan, dan kesejahteraan yang layak bagi para guru yang mengabdi di wilayah ekstrem.
“Sebagai masukan, Fraksi menilai perlu ditambahkan sub bab atau ayat tentang jaminan keamanan, pelatihan berkelanjutan, dan jalur karir bagi guru di daerah sulit,” tutur Agusriansyah, menekankan pentingnya komitmen daerah dalam memastikan keberlanjutan dan kualitas pengabdian para pendidik.
Lebih jauh, Fraksi PKS juga mendorong adanya instrumen hukum yang tegas dalam Raperda untuk memberikan perlindungan sosial dan hukum, terutama bagi guru honorer yang telah diangkat menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) di kawasan 3T.
Menurut fraksi PKS, status baru para guru tersebut tidak serta-merta menjamin peningkatan kesejahteraan maupun keamanan dalam bertugas.
Dengan dua catatan besar itu, penguatan pendidikan agama serta perlindungan guru di daerah terpencil, Fraksi PKS berharap agar raperda penyelenggaraan pendidikan tidak hanya menjadi regulasi administratif semata, melainkan juga mampu menjawab persoalan substansial di dunia pendidikan Kalimantan Timur.
Bagi Fraksi PKS, kata Agusriansyah, membentuk generasi emas tidak cukup hanya dengan fasilitas dan kurikulum, melainkan membutuhkan pondasi nilai dan keadilan bagi para pelaku pendidikan di semua lini.