National Media Nusantara
DPRD Kaltim

DPRD Peringatkan Efek Domino Jika Pulau Dikelola Provinsi

Teks: Makmur HAPK, Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur

Samarinda, natmed.id – Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) Makmur HAPK menolak rencana pengambilalihan kewenangan pengelolaan pulau-pulau di Kabupaten Berau oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov), karena menurutnya hal itu dapat mengurangi peran kepala daerah dalam menjaga ekosistem dan tanggung jawab wilayah secara langsung.

Polemik soal kewenangan pengelolaan wilayah pulau kembali mencuat di Kaltim. Pemprov disebut-sebut akan mengambil alih sejumlah kawasan strategis pesisir dan pulau-pulau kecil di daerah. Namun, langkah ini justru mendapat penolakan dari Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Makmur HAPK, yang menyebut bahwa peran utama seharusnya tetap berada di tangan kepala daerah kabupaten.

“Peran yang utama adalah kepala daerah. Tidak ada kata lain,” tegas Makmur saat ditemui usai Rapat Paripurna DPRD Kaltim, Senin, 23 Juni 2025.

Menurut Makmur, pengelolaan pulau yang berada dalam wilayah administratif kabupaten tidak bisa serta-merta diambil alih oleh provinsi atau bahkan pemerintah pusat. Hal ini berisiko melemahkan kontrol langsung pemerintah lokal terhadap wilayahnya, termasuk terhadap isu-isu lingkungan dan konservasi.

“Malah lebih kita perankan camat. Jadi lebih dekat melihat, mendengar, dan menyaksikan ketimbang kita,” ucapnya.

Ia menyoroti secara khusus keberadaan pulau-pulau di Kabupaten Berau seperti Pulau Sangalaki dan Pulau Maratua. Menurutnya, kawasan ini memiliki posisi strategis baik secara ekologis maupun sosial, sehingga memerlukan pendekatan pengelolaan berbasis lokal. Ia menyampaikan kekhawatiran bahwa jika kendali dilepaskan ke jenjang yang lebih tinggi, maka tanggung jawab akan ikut melemah.

“Saya sudah khawatir nanti hal seperti ini, kepala daerah tidak mau tahu, acuh-acuh dia. Tapi kalau lautnya oke, silakan. Tapi kalau kawasan itu diambil alih keseluruhan, itu berbahaya,” katanya.

Lebih lanjut, Makmur menekankan pentingnya membangun rasa tanggung jawab dari pejabat lokal, seperti camat dan kepala kampung. Menurutnya, pejabat di tingkat ini memiliki kedekatan dengan masyarakat dan wilayahnya, serta bisa memberikan respon cepat ketika ada persoalan lapangan.

“Sekarang ini luar biasa camat. Bahkan kepala kampung pun punya tanggung jawab langsung,” tuturnya.

Ia juga mengkritisi kebijakan penyewaan Pulau Sangalaki yang menurutnya telah mengabaikan tanggung jawab moral pemerintah daerah. Dalam pandangannya, pulau tersebut merupakan kawasan konservasi penting, terutama sebagai habitat penyu hijau dan penyu sisik, sehingga pengelolaannya tidak boleh diserahkan sepenuhnya kepada pihak luar.

“Sanggalaki itu seharusnya dikendalikan dengan pengawasan ketat. Tapi sekarang seperti dilepas saja, padahal itu tanggung jawab kita semua,” ujar Makmur.

Pulau Maratua juga ikut disebut sebagai kawasan strategis yang saat ini menjadi destinasi pariwisata unggulan, sekaligus kawasan konservasi laut. Ia menilai, pengawasan terhadap pulau-pulau seperti ini tidak bisa dilepaskan dari peran aktif kepala daerah.

“Jangan hanya melihat sumber daya alam, sumber baharinya saja. Tapi ingat, di luar bahari itu ada kawasan pulau. Itu tidak bisa dilepaskan dari tangan-tangan kepala daerah,” jelasnya.

Secara hukum, Makmur tidak menampik bahwa ada batasan wilayah kelautan yang menjadi kewenangan provinsi dan pusat, seperti zona 12 mil dari garis pantai. Namun ia menegaskan bahwa daratan pulau tetap berada dalam wilayah otonomi kabupaten dan kota, sehingga tidak boleh dicampuradukkan secara administratif.

“Kalau menyangkut pulau-pulau, itu tidak bisa terlepas dari pemerintah daerah. Itu tanggung jawab mereka,” tegasnya lagi.

Makmur menyampaikan bahwa jika otonomi daerah dalam mengelola wilayah dilemahkan, maka akan timbul efek sosial. Salah satunya adalah munculnya sikap masa bodoh dari pemerintah daerah maupun masyarakat terhadap wilayahnya sendiri.

“Nanti acuh tak acuh. Kalau pemerintah daerah sudah seperti itu, rakyatnya juga tambah akan merepotkan,” ujarnya.

Pernyataan Makmur HAPK menyoroti urgensi mempertahankan otonomi pengelolaan wilayah pulau oleh kepala daerah di Kaltim. Dengan mencontohkan kasus Pulau Sangalaki dan Maratua, ia menegaskan bahwa kontrol langsung dari pemerintah kabupaten lebih efektif dalam menjaga ekosistem, menghindari kerusakan konservasi, dan memastikan keterlibatan masyarakat lokal. Wacana pengambilalihan oleh provinsi dinilainya justru berisiko melemahkan tanggung jawab institusional dan moral yang selama ini dibangun di tingkat daerah.

Related posts

222 Desa Belum Mendapatkan Aliran Listrik

Phandu

PPDB Dinilai Tidak Adil, Komisi IV DPRD Kaltim Gali Permasalahan

Laras

Pinjol dan Peredaran Narkoba Marak, Orang Tua Diminta Mewaspadai Perilaku Remaja

Laras

You cannot copy content of this page