
Samarinda, natmed.id – Anggota Komisi III DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Syarifatul Sya’diah, mendorong pelibatan aktif warga lokal dalam konservasi Pulau Kakaban, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
Hal ini disampaikan dalam wawancara pada Rabu, 11 Juni 2025, merespons rencana pembukaan kembali kawasan wisata Danau Kakaban yang sempat ditutup sejak akhir 2023 akibat menurunnya populasi ubur-ubur langka di kawasan tersebut.
“Kalau bukan kita-kita dari Kaltim, dari Berau yang melestarikannya, siapa lagi? Wisatawan asing saja kadang tidak sadar, mereka sekadar melihat ubur-ubur, tapi ternyata itu juga bisa mengganggu habitatnya,” ujar Syarifatul.
Pulau Kakaban dikenal dunia karena memiliki danau air payau dengan empat jenis ubur-ubur tanpa sengat: Golden Jellyfish, Moon Jellyfish, Upside-down Jellyfish, dan Box Jellyfish. Fenomena ini menjadikan Kakaban satu dari sedikit lokasi di dunia dengan ekosistem ubur-ubur seperti itu. Namun, aktivitas wisata yang tidak terkendali, terutama penggunaan sunscreen dan alat snorkeling, telah memperburuk kondisi danau.
Pemkab Berau, bersama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), telah melakukan kajian lingkungan sejak penutupan kawasan akhir 2023. Berdasarkan hasil uji laboratorium, ditemukan bahwa bahan kimia dari sunscreen berkontribusi pada turunnya populasi ubur-ubur. Sejak Mei 2025, Pemkab mulai melakukan uji coba pelonggaran akses dengan protokol ketat, termasuk larangan penggunaan sunblock, anti-nyamuk kimia, dan alat kaki katak.
Syarifatul menekankan pentingnya pendekatan konservasi berbasis komunitas. Menurutnya, warga lokal yang memahami ekosistem dan kultur setempat harus menjadi garda depan pengelolaan, bukan hanya sebagai pelengkap.
“Kami harap setiap program konservasi ataupun wisata berbasis alam seperti ini tetap melibatkan warga lokal, minimal melalui kelompok sadar wisata atau badan usaha milik desa,” katanya.
Pemkab Berau juga tengah menggodok skema pembiayaan konservasi melalui penerapan tiket berbayar. Rencana awal menetapkan harga tiket domestik sebesar Rp100 ribu dan wisatawan mancanegara Rp150 ribu. Penerimaan dari tiket ini ditujukan untuk mendukung anggaran konservasi dan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Berau.
“Kalau ini dikelola baik, bisa jadi model nasional. Tapi yang penting, jangan sampai konservasi malah mengasingkan masyarakat setempat,” tambah Syarifatul.
Ia juga menyoroti pentingnya edukasi lingkungan bagi wisatawan dan pelaku usaha di sekitar kawasan konservasi. Menurutnya, upaya pelestarian tidak bisa lepas dari kesadaran kolektif akan pentingnya menjaga ekosistem langka yang dimiliki Kaltim.
“Ekosistem ubur-ubur di Kakaban ini sangat unik dan langka. Kalau rusak, kita tidak akan bisa mengembalikannya seperti semula. Jadi ini adalah tanggung jawab kita bersama,” ujarnya.
Dengan semakin dekatnya pembukaan kembali Pulau Kakaban secara penuh, DPRD Kaltim berharap pemerintah daerah tidak hanya fokus pada aspek ekonomi wisata, tetapi juga menyeimbangkan kepentingan ekologis dan sosial. Syarifatul menilai bahwa keterlibatan masyarakat, regulasi ketat, serta evaluasi berkala menjadi tiga pilar utama keberhasilan konservasi di kawasan tersebut.
“Kami akan terus mengawal ini. Jangan sampai momentum pelestarian berubah jadi beban baru bagi warga Berau. Kita ingin Kakaban lestari dan warga sejahtera,” pungkasnya.