Samarinda, Natmed.id – Kekhawatiran publik mengenai dampak lingkungan dari rencana penambangan pasir di Sungai Kelai dan Sungai Segah dijawab langsung oleh Kepala Dinas ESDM Kaltim Bambang Arwanto. Pemerintah, tegasnya, tidak akan membuka ruang tambang tanpa memastikan ekologi sungai tetap terjaga.
Bambang menjelaskan bahwa ditemukan sedikitnya 12 titik sedimen yang membuat alur sungai semakin dangkal, Di beberapa lokasi, kedalamannya bahkan hanya 1—1,5 meter, sehingga saat surut.
“Ada pulau kecil muncul dan warga bisa berjalan atau bahkan main bola di tengah sungai.Kondisi ini membuat fungsi transportasi terganggu dan mengancam aktivitas warga,” katanya saat di temui di Kantor Gubernur Kaltim pada Selasa 9 Desember 2025.
Karena itu, penambangan pasir diarahkan sepenuhnya untuk tujuan normalisasi. “Sungai itu punya fungsi ekologi, fungsi transportasi, dan ruang hidup. Semua harus sinkron,” katanya.
Ia menegaskan bahwa pengerukan difokuskan pada titik-titik sedimen, bukan di badan sungai secara bebas. Penambangan pasir juga dibutuhkan masyarakat Berau. Selain untuk memulihkan alur transportasi sungai, pasir dari kawasan itu merupakan mineral strategis yang menjadi bahan utama pembangunan infrastruktur daerah.
“Pemkab Berau sangat berharap percepatan karena mereka memang membutuhkan galian C itu,” ucapnya.
Meski begitu, ia mengingatkan bahwa penambangan pasir bukan kegiatan sederhana. Statusnya tetap masuk kategori usaha berisiko tinggi. Pengusaha wajib melalui prosedur lengkap seperti OSS, Amdalnet, rencana reklamasi, hingga rencana kerja dan anggaran (RKA), prosesnya bisa sampai 400 hari kerja.
Di tengah kebutuhan percepatan izin terutama karena tujuh koperasi dan perusahaan telah mengajukan permohonan ESDM memastikan aspek lingkungan tidak dilonggarkan. Salah satunya terkait keberadaan penambang tradisional yang selama ini beroperasi.
ESDM akan membina mereka agar memenuhi standar lingkungan yang benar. “Nanti mereka akan kita dampingi. Mereka harus menambang dengan cara yang aman bagi sungai,” kata Bambang.
Curah hujan tinggi akhir tahun juga menjadi perhatian. ESDM telah mengaktifkan jaringan SDM Peduli Bencana, yang melibatkan para Kepala Teknik Tambang (KTT), untuk memantau risiko longsor dan banjir di sekitar titik penambangan.
“Kami sudah ingatkan sejak awal agar penambang memperketat pengawasan. Jangan sampai ada kejadian seperti tahun lalu,” ujarnya.
Bambang menegaskan bahwa normalisasi Sungai Kelai dan Segah adalah kebutuhan mendesak, tetapi bukan alasan untuk mengabaikan lingkungan.
“Prinsipnya sederhana sungainya pulih, transportasinya lancar, dan aktivitas penambangan tetap terkendali,” tutupnya.
