Samarinda, Natmed.id – Festival Kampung Ketupat 2025 resmi ditutup oleh Wali Kota Samarinda, Andi Harun, pada Minggu sore, 18 Mei 2025. Penutupan berlangsung setelah acara digelar selama tiga hari sejak Jumat 16 Mei 2025. Meski sempat molor karena hujan deras, penutupan berlangsung meriah dengan antusiasme tinggi dari warga.

Digelar di Kelurahan Masjid, Samarinda Seberang, festival tahun ini mengusung tema “Kampung Ketupat Beranyam Seni dan Budaya, Menyatukan Rasa dan Tradisi untuk Samarinda”. Kegiatan tersebut difasilitasi Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda melalui Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar) dengan fokus memperkuat identitas lokal sekaligus menggairahkan ekonomi UMKM di kawasan kampung budaya.
Andi Harun, menyampaikan bahwa festival ini telah berkembang menjadi ruh budaya masyarakat Samarinda Seberang.
“Festival ini telah menjadi ikon, menjadi ciri dan identitas budaya Kota Samarinda. Ini bukan sekadar acara tahunan, tapi momentum pelestarian warisan leluhur,” ujarnya saat memberikan sambutan.
Berbagai lomba dan pertunjukan kesenian turut memeriahkan acara, termasuk bazar UMKM dan pembagian doorprize. Salah satu bagian yang paling ditunggu warga adalah sajian kuliner khas dari masing-masing RT yang tergabung dalam kelompok Dasawisma.
Ema, perwakilan dari Dasawisma Mawar RT 17 Kelurahan Masjid menceritakan partisipasinya dalam menyajikan kuliner khas daerah dalam festival tahun ini.
“Tadi, kami dari RT 17 menyajikan Soto Bandung sebagai menu utama. Bahannya daging, kadang juga pakai jerohan sapi. Yang khas itu pakai lobak dan kacang kedelai goreng, beda dengan soto-soto lain,” jelasnya.
Tak hanya itu, kelompok mereka juga menyajikan colenak—singkatan dari “dicocol enak”—yang merupakan makanan khas Sunda berbahan dasar singkong panggang dengan inti kelapa dan gula merah. Minuman penghangat berupa bandrek juga turut melengkapi sajian.
“Bandrek ini seperti wedang jahe, tapi kami tambahkan serutan kelapa muda supaya lebih segar,” tambah Ema.
Setiap kelompok Dasawisma bertanggung jawab atas penyajian masakan, sedangkan ketupatnya disediakan oleh panitia. Total ada 26 kelompok Dasawisma yang berpartisipasi dalam festival ini.
Meski berlangsung meriah, Ema menyampaikan harapannya agar tahun depan panitia dapat meningkatkan jumlah porsi konsumsi. Ia juga mengapresiasi antusiasme warga yang sangat tinggi.
“Warga sangat menanti-nanti. Mereka penasaran dan semangat mencicipi hidangan dari tiap RT,” ujar Ema.
“Sekarang ini kan dibatasi hanya 100 porsi per kelompok. Kadang kasihan, ada warga yang belum kebagian. Harapannya tahun depan bisa lebih banyak porsinya, supaya lebih banyak warga yang bisa menikmati,” lanjutnya.
Dalam kesempatan itu, Wali Kota Andi Harun juga menyatakan akan menurunkan tim dari pemkot untuk meninjau potensi pengembangan Kampung Ketupat sebagai destinasi wisata budaya.
“Insyaallah minggu depan tim dari pemkot akan turun langsung. Kalau infrastrukturnya diperbaiki, kawasan ini bisa jadi daya tarik wisata budaya, bahkan untuk wisatawan mancanegara,” ujarnya.
Festival ditutup dengan pembacaan doa, pengumuman pemenang lomba, dan hiburan rakyat.
Antusiasme warga dan partisipasi aktif masyarakat menjadi tanda bahwa Kampung Ketupat bukan sekadar lokasi, tapi cerminan jati diri Samarinda yang berakar kuat dalam budaya dan gotong royong.