Samarinda, Natmed.id – Ancaman hoaks dan konten pornografi di media sosial dinilai sudah mencapai level yang sangat berbahaya. Hal ini mendorong Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kalimantan Timur (Kaltim) secara berkelanjutan melaksanakan sosialisasi ke sekolah-sekolah.
Kepala Bidang Informasi Komunikasi Publik (IKP) Diskominfo Kaltim Irene Yuriantini mengatakan ancaman dua isu ini sudah terlihat dari berbagai kasus yang ramai di media sosial. Ia menilai sekolah memegang peran penting dalam membentengi siswa agar tidak menjadi korban informasi tidak sehat.
“Hoaks dan pornografi ini sudah sangat berbahaya. Dampaknya sudah terasa, terutama di media sosial,” ujarnya saat sosialisasi di SMK 8 Samarinda, Senin 24 November 2025.
Ia menambahkan, pembekalan yang diberikan pemerintah hanya akan efektif jika dibarengi pengawasan dan pendampingan guru.
Program edukasi literasi digital ini sudah berjalan tiga hingga empat tahun, namun pelaksanaannya masih bergantung pada anggaran, sehingga hanya dapat dilakukan sekitar enam kali dalam setahun.
Saat ini, kegiatan baru menyasar daerah terdekat seperti Samarinda, Balikpapan, dan Kukar. Selain efisiensi biaya, wilayah perkotaan dianggap lebih rentan karena masyarakatnya lebih aktif menggunakan internet. “Belum semua kabupaten/kota terjangkau, yang dekat dulu kami prioritaskan,” kata Irene.
Dalam pemantauan hoaks, ia mengakui kemampuan daerah masih terbatas. Pemantauan 24 jam hanya dapat dilakukan oleh sistem pusat di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Sementara di daerah, laporan lebih banyak berasal dari grup WhatsApp atau jaringan masyarakat.
“Kami tidak bisa monitor penuh. Untuk lokal, biasanya ada laporan dari warga atau aliansi anti hoaks,” ujarnya.
Diskominfo Kaltim juga memantau isu yang berkaitan dengan kinerja pemerintah daerah, termasuk hoaks yang menyeret nama gubernur atau sekda. Informasi semacam itu ditelusuri berdasarkan akun atau sumber sebarannya.
Irene berharap literasi digital di sekolah dapat membantu siswa mengenali pola hoaks dan memahami risiko konten pornografi. “Anak-anak sudah dibekali, tinggal bagaimana mereka terus diingatkan agar bisa melindungi diri,” pungkasnya.
