National Media Nusantara
Pendidikan

OIKN Identifikasi 7 Titik Hotspot, Kurangi Ruang Beton Perluas Ruang Hijau

Samarinda, Natmed.id – Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) menetapkan tujuh titik hotspot keanekaragaman hayati di kawasan Nusantara yang akan mendapat perlindungan khusus. Langkah ini menjadi bagian dari upaya mewujudkan konsep Forest City yang ramah lingkungan sekaligus menjawab tantangan degradasi hutan tropis Kalimantan.

Teks: Deputi Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam OIKN, Myrna Safitri

Deputi Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam OIKN Myrna Safitri dalam orasi ilmiah Dies Natalis ke-63 Universitas Mulawarman di Samarinda, Sabtu 27 September 2025, menuturkan bahwa konsep kota hutan bukan hanya sekadar slogan, melainkan strategi untuk memulihkan ekosistem yang telah lama terfragmentasi akibat deforestasi, perkebunan dan pertambangan.

“Deforestasi besar-besaran telah mengganggu konektivitas ekologis. Melalui program reforestasi dan perlindungan tujuh titik keanekaragaman hayati, kami ingin menghubungkan kembali koridor satwa liar yang terputus,” kata Myrna.

Menurutnya, pilar pembangunan IKN mengedepankan prinsip Zero Deforestation, peningkatan cadangan karbon, pengelolaan hutan berkelanjutan, konservasi biodiversitas, serta keterlibatan masyarakat lokal dan adat.

Adapun tujuh titik hotspot yang dipetakan memiliki keanekaragaman hayati tinggi dan memerlukan perlindungan khusus, yakni Bentang Alam Gunung Beratus, Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, Teluk Balikpapan, Rawa Banjar, Air Terjun Tembalang, Pesisir Mangrove Kariangau, dan Rawa Gambut Tembalang. Konservasi di kawasan ini sangat penting untuk menjaga kelestarian ekosistem dan keberlanjutan lingkungan Nusantara.

OIKN mencatat, sebelum pembangunan IKN dimulai, hanya 16 persen kawasan masih berupa hutan sekunder. Sementara sisanya sudah berubah menjadi area pertanian, perkebunan, hutan tanaman monokultur, dan kawasan tambang.

Data tutupan lahan 2019 menunjukkan hanya tersisa sekitar 40 ribu hektare hutan sekunder, 2 ribu hektare mangrove, 55 ribu hektare hutan industri tanaman eukaliptus, serta 80 ribu hektare lahan pertanian, sawit, dan pertambangan.

“Target jangka panjang kami adalah menjadikan 65 persen lahan Nusantara atau sekitar 160 ribu hektare sebagai kawasan lindung. Hanya 25 persen lahan yang akan digunakan untuk infrastruktur perkotaan, sementara 10 persen dialokasikan sebagai area produksi pangan,” jelas Myrna.

Selain menjaga habitat satwa, kebijakan kota hutan juga ditujukan untuk memberi manfaat ekonomi, sosial, dan kesehatan.

OIKN memproyeksikan pembangunan Forest City akan menciptakan green jobs, menekan biaya energi, meningkatkan nilai properti, sekaligus menjadi daya tarik wisata.

Dari sisi sosial, masyarakat diharapkan dapat menikmati ruang hijau yang mendorong aktivitas luar ruangan dan kesehatan mental.

“Ini bukan hanya tentang menjaga hutan, tetapi juga menciptakan gaya hidup baru yang harmonis dengan alam. Warga Nusantara akan terlibat langsung melalui penanaman pohon di ruang terbuka hijau dan program citizen science,” tambahnya.

OIKN juga menargetkan 75 persen ruang terbuka hijau dapat terwujud pada 2045. Program ini akan diperkuat dengan pembangunan kota resiliensi air (sponge city), yang mampu menyerap dan menyaring air hujan secara alami, sehingga mendukung keberlanjutan lingkungan.

“Prinsip pengorbanan harus kita jalani mengurangi ruang beton demi memperluas ruang hijau. Ini bukan sekadar konsep, melainkan komitmen menuju Nusantara yang climate-resilient, sustainable, liveable, and lovable,” tukasnya.

Related posts

SMAN 3 Bontang Laksanakan PPDB Online

natmed

Masa Kerja Pansus Pendidikan Kaltim Akan Diperpanjang hingga Akhir 2025

Aminah

Ratusan Anak Ikuti Lomba Mewarnai HUT Kemerdekaan RI di Pasuruan

natmed

You cannot copy content of this page