Samarinda, Natmed.id – Empat mahasiswa Universitas Mulawarman (Unmul) resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan perakitan bom molotov. Polresta Samarinda mengumumkan status hukum itu dalam konferensi pers di Aula Polresta, Rabu, 3 September 2025, setelah sebelumnya mengamankan 22 mahasiswa dari sebuah sekretariat himpunan.
Kapolresta Samarinda Kombes Pol Hendri Umar menyebut kasus ini berawal Minggu 31 Agustus 2025 malam, saat aparat mendatangi Sekretariat Himpunan Mahasiswa Sejarah FKIP Unmul di Jalan Banggeris. Polisi menemukan 27 botol berisi cairan mudah terbakar yang diduga dirakit untuk digunakan dalam aksi unjuk rasa.
“Pengungkapan ini bukan skenario. Berdasarkan fakta di lapangan, ada barang bukti yang kami temukan. Dari 22 mahasiswa yang diamankan, 18 dipulangkan, sementara 4 lainnya kami tetapkan sebagai tersangka,” kata Hendri.
Keempat mahasiswa itu berinisial F, MH alias R, MAG alias A, dan AR alias R. Seluruhnya tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Sejarah FKIP Unmul.
Polisi membeberkan peran masing-masing. F diduga memindahkan pertalite dan menyiapkan sumbu. MH alias R menyiapkan botol kaca dan kain perca. Sedangkan MAG alias A dan AR alias R diduga ikut merakit dan menyembunyikan bom molotov.
Selain itu, polisi masih memburu dua orang lain yang disebut sebagai aktor intelektual, diduga sebagai pemasok bahan baku dan penggerak perakitan.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 1 Ayat 1 UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara. Mereka juga dikenakan Pasal 187 dan 187 bis KUHP yang membawa ancaman hukuman hingga 8 tahun penjara.
“Ini hasil penyelidikan murni, demi menjaga keamanan masyarakat serta memastikan aksi unjuk rasa berlangsung damai,” ujar Hendri.
Menanggapi kasus ini, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Unmul Moh Bahzar memastikan kampus akan memberikan pendampingan hukum.
“Kami sudah menyiapkan lawyer dari LBH dan pendampingan dari pihak kampus. Kami juga akan mengajukan penangguhan penahanan,” jelas Bahzar.
Ia menambahkan, status akademik keempat mahasiswa tersebut masih dikaji sambil menunggu proses hukum. Pihaknya juga akan mengevaluasi penggunaan sekretariat mahasiswa agar tidak disalahgunakan.
Soal temuan lukisan bergambar simbol PKI di lokasi, Bahzar menegaskan hal itu bagian dari properti pembelajaran sejarah politik.
“Ada juga simbol partai lain seperti Masyumi, jadi tidak bisa dikaitkan langsung dengan gerakan anarkis,” jelasnya.
Unmul berharap proses hukum berjalan adil, dengan tetap menjunjung asas praduga tak bersalah.
“Kami ingin suasana tetap kondusif. Hak mahasiswa sebagai warga negara tetap dilindungi,” pungkas Bahzar.