
Samarinda, natmed.id – Anggota DPRD Kalimantan Timur Agus Aras menegaskan perlunya langkah cepat dan terukur dalam menangani persoalan daya tampung sekolah negeri yang kian membelit wilayah Kutai Timur, khususnya di tingkat sekolah menengah atas (SMA).
Pernyataan tersebut disampaikan menyusul laporan Komisi D DPRD Kutim saat melakukan kunjungan kerja ke Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Kamis, 10 Juli 2025.
Masalah ini menjadi sorotan utama setelah terungkap bahwa ratusan lulusan SMP di Sangatta Selatan belum tertampung di sekolah negeri. Angka yang disampaikan cukup mencemaskan, sekitar 500 siswa belum mendapatkan akses pendidikan lanjutan di lembaga formal milik negara.
Kondisi ini mencerminkan ketimpangan serius antara kebutuhan masyarakat terhadap layanan pendidikan dan kesiapan infrastruktur yang tersedia.
Menanggapi situasi tersebut, Agus Aras menyebut bahwa salah satu langkah konkret yang perlu segera dilakukan ialah percepatan komunikasi antara Pemerintah Kabupaten Kutai Timur dan Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Timur.
“DPRD Kaltim telah mendorong agar Pemkab Kutim sesering mungkin menyurati Dinas Pendidikan Kaltim. Langkah itu diperlukan untuk meminta penambahan gedung baru, termasuk percepatan proses hibah lahan,” tegas Agus Aras.
Menurutnya, krisis yang terjadi bukan hanya persoalan angka siswa yang belum tertampung, tetapi juga melibatkan persoalan struktural yang sudah berlangsung lama. Banyak kecamatan di Kutim, lanjutnya, masih kekurangan ruang kelas baru (RKB).
Situasi paling krusial tercatat di Sangatta Utara dan Sangatta Selatan, yang menjadi titik konsentrasi pertumbuhan penduduk sekaligus pusat permintaan layanan pendidikan.
“Kami siap memfasilitasi koordinasi lebih lanjut agar proses ini tak berlarut. Gedung dan lahan harus disiapkan sekarang, karena kebutuhan sudah sangat mendesak,” ujarnya.
Pernyataan itu mempertegas posisi DPRD Kaltim yang tidak ingin persoalan pendidikan ini menjadi beban tahunan tanpa solusi nyata.
Agus menilai, tanpa intervensi cepat, ketimpangan tersebut hanya akan memperlebar jurang ketidakadilan pendidikan antarwilayah.
Selain urusan infrastruktur, perhatian juga tertuju pada belum transparannya pelaksanaan program pendidikan gratis dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, yang dikenal dengan sebutan Gratispol.
Dalam forum pertemuan tersebut, DPRD Kutim mengaku masih belum memperoleh kejelasan terkait cakupan program tersebut, apakah meliputi iuran bulanan, seragam sekolah, hingga buku pelajaran.
Agus Aras yang juga merupakan legislator dari Fraksi Demokrat itu mengamini kegelisahan tersebut. Ia menekankan bahwa program bantuan pendidikan, sebaik apa pun maksud dan tujuannya, tidak boleh dilaksanakan tanpa kejelasan teknis.
“Program gratis itu bagus, tapi teknisnya jangan abu-abu. Harus jelas sejak awal,” kata Agus Aras.
Bagi Agus, kejelasan menjadi kunci utama agar tidak terjadi salah tafsir baik di tingkat sekolah maupun orang tua siswa. Ia juga menggarisbawahi pentingnya sinkronisasi kebijakan antara pemerintah provinsi dan kabupaten agar setiap program pendidikan menyentuh kebutuhan yang paling mendesak.
Lebih jauh, Agus menekankan perlunya pemetaan kebutuhan pendidikan yang dilakukan secara berkala setiap tahun. Pendekatan ini, menurutnya, akan membuat perencanaan pembangunan sekolah menjadi lebih terarah dan tidak hanya berdasarkan reaksi atas krisis yang sudah terjadi.
Ia menyampaikan dukungan terhadap gagasan perekrutan tenaga pendidik yang memiliki keahlian khusus untuk ditempatkan di wilayah-wilayah yang masih mengalami kekurangan guru.
Kebijakan semacam itu dianggap penting untuk menutup ketimpangan kualitas pendidikan antarwilayah di Kalimantan Timur.
Persoalan pendidikan di Kutim, dalam pandangan Agus, harus dipahami sebagai masalah sistemik yang menuntut komitmen politik jangka panjang.
Karena itu, ia menegaskan bahwa DPRD Kaltim tidak akan melepaskan tanggung jawabnya begitu saja, melainkan akan terus mengawal setiap tahapan hingga ditemukan solusi konkret yang berpihak pada kebutuhan rakyat.