
Samarinda, natmed.id – Anggota DPRD Kalimantan Timur, Syahariah Mas’ud, menyuarakan keprihatinan dan ketegasan dalam merespons persoalan tambang ilegal yang mencemari kawasan Hutan Pendidikan Universitas Mulawarman (Unmul).
Dalam rapat gabungan Komisi I, III, dan IV DPRD Kaltim yang digelar pada Kamis, 10 Juli 2025, ia menekankan pentingnya langkah cepat dan terukur dari aparat penegak hukum untuk mengungkap jaringan praktik tambang ilegal yang dinilainya jauh lebih kompleks daripada sekadar satu nama tersangka.
Rapat yang berlangsung di Gedung DPRD Kaltim itu dihadiri oleh berbagai unsur, termasuk perwakilan dari Kepolisian Daerah Kalimantan Timur dan pihak Universitas Mulawarman. Fokus utama pembahasan adalah aktivitas penambangan tanpa izin di Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Unmul yang berlokasi di Kecamatan Samarinda Utara.
Syahariah menilai bahwa persoalan ini bukan sekadar pelanggaran administratif biasa, melainkan mencerminkan persoalan struktural yang telah berlangsung lama dan luput dari penegakan hukum yang menyeluruh.
Ia menyebut bahwa tambang ilegal yang menjamur di hutan pendidikan tersebut ibarat fenomena gunung es.
“Ini seperti fenomena gunung es,” ujar Syahariah dalam forum tersebut.
Ia menggambarkan bahwa apa yang tampak di permukaan hanyalah sebagian kecil dari persoalan yang sebenarnya jauh lebih besar dan sistemik.
Dalam pandangannya, kejadian serupa sangat mungkin juga terjadi di daerah lain di Kalimantan Timur. Dengan luas wilayah yang dimiliki provinsi ini, serta lemahnya pengawasan di beberapa titik, aktivitas serupa bisa saja berlangsung tanpa terdeteksi secara maksimal.
Menanggapi hasil sementara dari pihak kepolisian yang telah menetapkan satu orang berinisial R sebagai tersangka sejak 4 Juli 2025, Syahariah mengaku belum puas.
Ia mempertanyakan logika penegakan hukum yang hanya menemukan satu pelaku dalam kasus sebesar itu, apalagi setelah proses penyelidikan dan penyidikan yang memakan waktu hingga tiga bulan.
“Saya merasa janggal kalau hanya ada satu nama yang muncul sebagai pelakunya,” kata anggota Komisi IV itu, seraya mengisyaratkan bahwa masih ada pihak yang seharusnya ikut bertanggung jawab dalam aktivitas perusakan lingkungan tersebut.
Karena itu, Syahariah mendesak aparat penegak hukum untuk menyisir lebih dalam keterlibatan berbagai pihak yang mungkin terlibat dalam jaringan tambang ilegal tersebut.
Ia bahkan memberikan batas waktu dua minggu kepada pihak kepolisian untuk menunjukkan progres yang jelas dalam upaya penegakan hukum.
“Kami minta dua minggu selesai, jadi kita punya pencapaian. Apa gunanya kita rapat kalau tidak ada pencapaian,” tegasnya.
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya kehadiran langsung para pemangku kepentingan dalam forum-forum lanjutan, terutama yang memiliki otoritas pengambilan keputusan.
Syahariah menyayangkan jika dalam rapat-rapat sebelumnya sejumlah pihak hanya mengutus perwakilan, bukan pimpinan langsung.
Ia berharap bahwa pada rapat-rapat berikutnya, seluruh pihak yang terkait, termasuk pimpinan dari instansi pemerintah, kepolisian, serta lembaga pendidikan, bisa hadir langsung tanpa diwakilkan.
Bagi Syahariah, penanganan kasus ini membutuhkan tanggung jawab penuh dari semua unsur, agar tidak berhenti pada pencitraan semata, melainkan benar-benar menindak praktik yang merusak ekosistem hutan sekaligus mencoreng nama baik lembaga pendidikan.