
Samarinda, natmed.id – Anggota Komisi II DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Sigit Wibowo, menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap sistem keamanan dan izin operasional gedung-gedung tinggi di Samarinda, menyusul insiden kebakaran yang melanda Big Mall pada awal Juni lalu.
Menurutnya, pemerintah kota dan manajemen mall harus bertanggung jawab atas kelalaian yang bisa berdampak sistemik terhadap ekonomi daerah.
“Big Mall ini kan ikon, pusat belanja terbesar di Samarinda. Kalau sampai terjadi hal seperti ini, artinya ada yang perlu dievaluasi secara serius,” ujar Sigit usai rapat paripurna, Rabu, 11 Juni 2025.
Ia menekankan, tidak cukup hanya menyelidiki satu titik penyebab. Pemerintah kota melalui dinas teknis seperti PUPR perlu meninjau kembali kelayakan seluruh struktur bangunan, sistem kelistrikan, dan mitigasi kebakaran, tidak hanya di Big Mall tetapi juga pusat perbelanjaan dan gedung bertingkat lainnya.
“Jangan hanya fokus di tempat itu saja. Bangunan lain, mal-mal, semuanya harus dicek. Kita tidak mau ini terulang lagi,” tegasnya.
Sebelumnya, kebakaran terjadi di area lantai tiga Big Mall Samarinda pada 3 Juni 2025 sekitar pukul 00.01 WITA. Api dengan cepat membesar karena melibatkan banyak bahan mudah terbakar. Pemadaman berlangsung hingga tiga jam. Setidaknya delapan tenant terdampak dan seluruh aktivitas mall dihentikan sementara.
Sigit juga menyoroti tanggung jawab pihak manajemen Big Mall yang menurutnya tidak bisa dilepaskan hanya karena telah mengasuransikan bangunan.
“Manajemen harus bertanggung jawab. Soal asuransi itu memang wajib, tapi yang utama adalah keselamatan dan kelayakan teknis bangunan untuk publik,” ujarnya.
Manajemen Big Mall sebelumnya menyatakan seluruh tenan dan bangunan telah diasuransikan dan saat ini menunggu hasil investigasi serta penilaian struktur sebelum melakukan renovasi. Namun, hingga kini belum ada pernyataan resmi soal timeline pembukaan kembali operasional mall.
Penutupan Big Mall disebut Sigit berdampak langsung terhadap ekonomi lokal. Ia menyebut mall tersebut sebagai tujuan belanja utama bagi warga Samarinda dan daerah sekitarnya.
“Kalau Big Mall tutup, pasti pengaruhnya besar. Saya lihat orang mulai lari ke SCP atau Lembuswana. Tapi tetap, daya tampungnya tidak sama,” ujarnya.
Lebih lanjut, Sigit menegaskan bahwa meski izin operasional dikeluarkan oleh Pemkot Samarinda, Pemprov Kaltim juga bertanggung jawab dalam fungsi pengawasan dan pembinaan sektor usaha skala besar.
Ia menyarankan agar kejadian ini menjadi momentum evaluasi lintas sektor, termasuk untuk skema kerjasama bangunan BOT (Build-Operate-Transfer) yang lazim dipakai untuk pusat perbelanjaan.
“Jangan saling lempar. Ini tanggung jawab bersama. Pemprov, Pemkot, dan manajemen harus duduk bersama mengevaluasi semua sistem pengamanan gedung publik,” tambahnya.
Big Mall selama ini dikenal sebagai pusat ritel kelas menengah ke atas, dengan kunjungan harian mencapai ribuan orang. Selain menjadi pusat perbelanjaan.
Ia juga berperan penting dalam menggerakkan ekonomi jasa dan UMKM tenant. Sejak penutupan, ratusan pekerja mall terdampak langsung kehilangan penghasilan harian, terutama staf cleaning service, keamanan, dan kasir tenant yang belum semuanya memiliki jaminan kerja jangka panjang.
Insiden ini menjadi alarm penting bagi pemerintah daerah untuk meninjau ulang kelayakan operasional pusat-pusat bisnis yang melibatkan keramaian publik.
Dalam konteks pertumbuhan kota dan meningkatnya kebutuhan ruang usaha vertikal, sistem mitigasi kebakaran dan penanganan teknis gedung menjadi isu krusial yang tak bisa lagi ditunda.