Jombang, Natmed.id – Krisis karakter di Indonesia semakin menjamur. Setiap orang melakukan sesuatu dengan sesukanya tanpa memikirkan akibatnya. Manusia tanpa disiplin, mereka menerapkan hukumnya sendiri, manusia rakus dan kehilangan pertimbangan akal sehat.
Seperti kejadian beberapa dekade akhir ini oknum polisi dan kyai yang menggemparkan dunia maya menjadi contoh dekadensi moral bangsa. Selawat menjadi jawaban dari permasalahan multi krisis di bangsa Indonesia.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Penyiar Selawat Wahidiyah (PSW) KH. Ahmad Masruh Ihsan Mahin mengatakan, selawat wahdiyah merupakan oase di tengah tandusnya padang pasir permasalahan di dunia.
“Selawat wahdiyah adalah selawat nabi seperti tertulis dalam lembaran selawat wahdiyah dan rangkaian doa-doa seperti meminta ampunan, kesadaran, dan kelancaran menyelesaikan segala masalah,” ungkap Kyai Masruh saat diwawancarai di Kantor DPP PSW Desa Rejoagung, Ngoro, Jawa Timur, Selasa (14/12/2021).
Lanjut dia, mereka yang mengamalkan selawat wahdiyah sesuai dengan bimbingan yang benar mendapatkan karunia berupa hati lebih jernih, batin lebih tenang, jiwa lebih tentram. Selain itu mereka semakin bertambah banyak sadar kepada Allah (ma’rifat Billah) wa Rosuulihi SAW, di samping itu juga mendapatkan kemudahan dalam berbagai keperluan.
Ketika ditanya tetang khasiat selawat wahdiyah yang diamalkan Pondok Baitu Husodo untuk menyadarkan pengguna narkoba. Menurutnya, narkoba merupakan penyakit yang mudah disembuhkan seperti orang merokok atau kecanduan lainya. Hati atau mental yang gelisah tidak tenang akan mengakibatkan perilaku yang tidak tenang.
“Gangguan mental atau psikiatri yang sering ditemukan pada pengguna narkoba adalah kecemasan. Kebanyakan hati tidak tenang. Kecemasan dapat diintervensi dengan terapi menggunakan pendekatan religius. Membaca
selawat wahdiyah adalah salah satu terapi religius untuk menurunkan kecemasan,” bebernya.
Kyai Masruh menerangkan, manusia terdiri dari tiga unsur. Pertama, raga atau jasad adalah tubuh kasar bersifat lahiriyah, membutuhkan hal-hal yang bersifat materi seperti makan, minum, istirahat, kendaraan, tempat tinggal dan lain-lain.
Kedua, jiwa adalah perangkat halus yang memiliki perasaan sangat sensitif, bisa sedih, senang, tertekan, gelisah dan lain-lain. Dan ini membutuhkan tauhid, dan bila iman di hati lemah maka jiwa itu rapuh yang menyebabkan hilangnya semangat, mengalami goncangan, tidak bersabar, dihantui perasaan tidak menentu, pesimis dan lain sebagainya.
“Ketiga adalah perilaku. Ini membutuhkan tasawuf atau akhlak dalam menjalani hidup ini,” pungkasnya.