Samarinda, Natmed.id – Terdakwa Achmad AR AMJ divonis 2 tahun penjara oleh hakim Pengadilan Negeri (PN), Rabu (13/11/2019). Namun, putusan hakim tersebut dinilai menabrak kaidah dalam beracara.
Abdul Rahim, Ketua Bidang Advokasi dan Lingkungan DPN Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia mengatakan agenda sidang pekan ini harusnya jawaban JPU atas (pledoi) pembelaan Achmad sepekan sebelumnya.
Kala itu, JPU Yudi mengatakan akan menjawab pledoi Achmad secara tertulis. Tapi nyatanya, Yudi justru tak menjawab secara tulisan.
Ia hanya memberi jawaban singkat, katanya sesuai tuntunan. Kemudian Achmad menyerahkan alat bukti dengan membacakan langsung daftar alat buktinya, sambil menyatakan tidak akan mau masuk pada acara keputusan jika hakim tidak mau memeriksa alat bukti yang dia serahkan.
Adapun alat bukti yang diserahkan kesaksian RT Djamaluddin dalam putusan PTUN, pernyataan Hanry Sulistio bahwa dakwaan palsu dan kekayasa, surat pernyataan RT Djammaluddin, dan video rekaman RT Djamaluddin yang semua itu bukti bahwa Achmad di kriminalisasi dengan dakwaan palsu dan rekayasa atas titipan mafia tanah.
Namun, anehnya seketika itu hakim mengskorsing kurang lebih 2 menit. Setelah dibuka kembali sidang, hakim Yoes mengatakan sidang dilanjutkan pembacaan putusan, sehingga Achmad terkejut dan segera protes dengan keras bahwa tidak mau diputuskan sebelum hakim memeriksa alat bukti, dan memohon alat buktinya diperiksa, hakim justru menyuruh Achmad diam dan melanjutkan pembacaan keputusan dengan mengesampingkan alat bukti yang tidak diperiksa lebih dulu sebagai fakta persidangan.
“Peristiwa ini bagi kami sebuah kesewenang-wenangan yang telah direncanakan sebelumnya. Karena sidang mestinya bukan agenda putusan, mendadak jadi putusan. Yang kemudian memvonis Achmad 2 tahun. Bagaimana mungkin hakim mengskorsing sidang 2 menit tapi langsung ada amar putusan. Kan hakim harus memberikan pertimbangan hukum atas putusan itu,” tegas Rahim kepada media ini.
Selain menabrak tata cara hukum pidana, pelanggaran lain yang juga dilakukan hakim adalah tak memeriksa alat bukti milik Achmad.
Padahal, Achmad sudah membacakan keberatan dan pembelaan dalam sidang pledoi pekan lalu. Ada banyak petunjuk baru dari saksi yang tak digali hakim.
“Saksi JPU atas nama Lisia, bahkan menyebut dakwaan JPU rekayasa. Tapi, sayangnya hakim nggak menggali petunjuk itu,” jelasnya.
Atas kejanggalan kasus ini, menurut Rahim, ada dugaan kongkalikong antara oknum hakim, oknum JPU, dan oknum penyidik polres untuk mengkriminalisasi Achmad dengan sadis mengabaikan hak-hak Achmad si persidangan secara absurd.(konyol)
“Saya beranikan katakan ada kongkalikong karena banyak yang dilanggar,” tegasnya.
Padahal sebelumnya pihaknya sudah bersurat kepada Ketua Pengadilan Negeri Hongkun Otoh untuk menghimbau bawahannya agar melaksanakan kewajiban hakim sesuai pasal 5 ayat 1 UU 48 tahun 2009 yang berbunyi “hakim-hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup di masyarakat, namun apa yg terjadi justru sebaliknya hakim melanggar dan mengabaikan perintah Undang- undang sehingga Achmad kehilangan hak-haknya dalam persidangan dengan serta merta divonis 2 Tahun .