National Media Nusantara
DPRD Kaltim

Salehuddin Nilai Tuntutan Mahasiswa PMII Sah, Namun Perlu Kajian Hukum Mendalam

Teks: Anggota DPRD Kalimantan Timur, Salehuddin

Samarinda, natmed.id – Anggota DPRD Kalimantan Timur, Salehuddin menyebutkan bahwa tuntutan yang disampaikan oleh Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dalam aksi unjuk rasa beberapa waktu lalu merupakan bagian dari dinamika politik yang sah dalam negara demokrasi.

Menurutnya, keberanian mahasiswa untuk menyuarakan aspirasi merupakan bagian dari kontrol publik yang justru patut diapresiasi, selama disampaikan dengan tertib dan bertanggung jawab.

Pernyataan itu disampaikan Salehuddin yang juga menjabat sebagai Sekretaris Komisi I DPRD Provinsi Kalimantan Timur, usai mengikuti Rapat Paripurna ke-24 di Gedung B DPRD Kaltim pada Senin, 14 Juli 2025.

Ia merespons aksi demonstrasi PMII yang digelar di Kantor Gubernur Kaltim, pada 10 Juli 2025, terkait desakan pencabutan Peraturan Gubernur (Pergub) Kaltim Nomor 900/K.800/2015.

Dalam aksi tersebut, PMII menyoroti penghapusan piutang senilai Rp280 miliar yang sebelumnya menjadi kewajiban PT Kaltim Prima Coal (KPC) kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.

Meskipun penghapusan itu dilakukan secara administratif, mahasiswa menilai bahwa semestinya hak penagihan negara tidak serta merta dihapuskan, dan perjuangan atas piutang tersebut seharusnya tetap dilanjutkan demi kepentingan masyarakat luas.

Menanggapi hal itu, Salehuddin menyampaikan bahwa Pemprov Kaltim tidak bisa serta merta menuruti tuntutan pencabutan Pergub tanpa dasar hukum yang jelas. Ia menekankan pentingnya kehati-hatian dan prosedur yang ketat dalam menangani isu tersebut.

“Saya pikir pemerintah provinsi tidak serta merta ya, karena tentunya saya yakin dan percaya mereka berupaya berhati-hati karena ada permasalahan hukum di sana,” ujarnya.

Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa dirinya sepakat dengan substansi tuntutan mahasiswa. Ia memandang bahwa langkah PMII merupakan dorongan moral yang mencerminkan kepedulian terhadap tata kelola keuangan daerah.

“Saya sepakat sebenarnya dengan apa yang disampaikan teman-teman PMII, dengan apa yang sudah mereka lakukan saya sepakat. Tetapi sekali lagi, tentunya pemerintah provinsi tidak bisa langsung merealisasikan keinginan itu. Harus ada kajian menyeluruh, melibatkan berbagai stakeholder,” ungkapnya.

Ia menyebut bahwa pencabutan Pergub tetap memungkinkan dilakukan, namun harus melalui proses yang akuntabel serta ditopang dengan analisis hukum yang matang. Tanpa itu, kebijakan baru yang diambil justru dapat menimbulkan persoalan baru.

“Ya, mungkin saja. Kemungkinan bisa, tapi kalau itu diidentifikasi secara baik, melibatkan stakeholder yang ada di Pemprov, biro hukum misalnya, atau dari teman-teman kejaksaan, saya pikir tidak menutup kemungkinan,” katanya.

Dalam pandangannya, aspirasi mahasiswa sah-sah saja didorong dari sisi politik. Namun ia menggarisbawahi pentingnya legalitas sebagai fondasi utama dalam pengambilan kebijakan publik. Tanpa dasar hukum yang kuat, aspirasi sebesar apapun tetap berisiko tertahan dalam ruang-ruang administratif.

“Secara substansi saya tidak memahami secara detail ya, tapi dari sisi politik saya pikir sah-sah saja teman-teman mendorong itu. Tinggal bagaimana legalitas dari prosesnya, itu yang harus disiapkan.
Legalitasnya harus jelas,” tutur Salehuddin.

“Sudah bagus jika aspirasinya kuat, tapi kalau tidak ditopang dengan legalitas regulasi yang jelas, tidak bisa juga dijalankan,” sambungnya.

Sementara itu, PMII menyatakan akan terus mengawal persoalan ini hingga mendapat kejelasan dan tanggapan resmi dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.

 

Related posts

Kenaikan Upah Provinsi 2023, Harus Melihat Seluruh Indikator

Nediawati

Fuad Tegaskan Rumah Sakit Wajib Layani Pasien Tanpa Diskriminasi

Paru Liwu

DPRD Kaltim Sahkan Empat Keputusan Strategis Masa Sidang 2025

ericka

You cannot copy content of this page