
Samarinda, natmed.id – Anggota DPRD Kalimantan Timur Salehuddin menegaskan bahwa tata kelola pertambangan di wilayahnya tengah menghadapi krisis serius yang tak lagi bisa ditangani dengan pendekatan setengah hati.
Menurutnya, maraknya tambang ilegal yang terus beroperasi tanpa hambatan mencerminkan lemahnya sistem pengawasan, tidak tegasnya penegakan hukum, serta rapuhnya kebijakan perizinan yang berlaku selama ini.
Dalam pandangannya, persoalan pertambangan ilegal tidak semata soal pelanggaran administrasi, tetapi telah menimbulkan dampak nyata yang mengancam keselamatan dan keberlangsungan hidup masyarakat.
Ia mencontohkan insiden ponton pengangkut batu bara yang menabrak jembatan sebagai salah satu akibat dari tata kelola yang amburadul dan minim kontrol lapangan.
“Aktivitas tambang yang diduga ilegal masih terus beroperasi tanpa hambatan yang berarti. Ini jelas menunjukkan lemahnya penegakan hukum dan tidak adanya perbaikan sistem pengawasan maupun perizinan,” ujar Salehuddin dalam keterangannya pada Jumat, 18 Juli 2025.
Politisi asal Kutai Kartanegara ini menyatakan bahwa dampak kerusakan akibat praktik tambang yang tidak terkendali bukan hanya dirasakan pada aspek ekologis.
Infrastruktur publik, seperti jalan dan jembatan, ikut terpapar akibat lalu lintas berat dari kendaraan tambang yang kerap kali melanggar batas operasional.
Bahkan, tidak sedikit pula kasus lubang tambang terbengkalai yang menelan korban jiwa, menunjukkan betapa sistem pengelolaan ini sudah berada pada titik krisis.
“Jangan anggap remeh. Kerusakan jalan, jembatan, bahkan korban jiwa akibat lubang tambang yang ditinggalkan begitu saja, ini adalah sinyal bahaya yang tak boleh lagi diabaikan,” tegasnya.
Salehuddin mendorong agar regulasi yang mengatur sektor pertambangan segera dievaluasi secara komprehensif. Ia mengingatkan bahwa perbaikan sistem tak akan berjalan jika pelaksana teknis di daerah tidak konsisten dalam menjalankan mandatnya.
Oleh karena itu, dibutuhkan kolaborasi yang erat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan pelaku industri untuk membangun sistem pertambangan yang lebih adil, akuntabel, serta berkelanjutan demi kepentingan masyarakat dan kelestarian lingkungan.
“Penataan perizinan harus dibarengi dengan pengawasan operasional dan pengendalian dampak lingkungan. Ketiganya harus jalan bersamaan,” sebutnya.
Ia mengapresiasi sejumlah kepala daerah yang mulai menunjukkan komitmen untuk membenahi persoalan ini, namun mewanti-wanti agar niat baik tersebut tidak berhenti pada pernyataan semata.
Tanpa langkah konkret dan terukur, kata dia, segala bentuk janji hanya akan menjadi catatan kosong tanpa dampak.
“Masalah tambang tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan reaktif atau sporadis. Kita butuh sistem yang kuat dan sinergi antara pusat, daerah, dan aparat hukum,” ucapnya.
Melihat potensi kekayaan alam Kalimantan Timur yang begitu besar, Salehuddin menekankan pentingnya perubahan fundamental dalam tata kelola.
Ia berharap sumber daya alam tidak lagi menjadi ladang eksploitasi segelintir pihak, tetapi benar-benar dikelola untuk kesejahteraan masyarakat luas.
“Jangan sampai sumber daya ini hanya dinikmati segelintir pemilik modal, sementara masyarakat menanggung kerusakannya,” tutupnya.