Samarinda, Natmed.id – Keberadaan terminal bayangan di Jalan APT Pranoto, Samarinda Seberang, Kalimantan Timur (Kaltim) kembali menuai sorotan publik. Sejumlah pihak sebelumnya menilai lokasi itu berpotensi mengganggu arus lalu lintas.
Namun, pengelola bus di kawasan tersebut menegaskan bahwa terminal bayangan justru mempermudah mobilitas masyarakat, terutama penumpang yang membutuhkan perjalanan cepat.
Iwan, salah satu perwakilan pengelola bus di Samarinda Seberang, menyatakan bahwa terminal bayangan selama ini banyak dipilih mahasiswa maupun pekerja yang beraktivitas rutin ke Balikpapan.
Menurutnya, akses yang lebih mudah membuat penumpang tidak perlu repot menuju Terminal Sungai Kunjang yang letaknya lebih jauh.
“Lebih memudahkan akses. Jadi penumpang tidak perlu lama menunggu dan bisa langsung berangkat dari sini,” ujarnya, Selasa, 2 September 2025.
Terminal bayangan tersebut melayani rute Samarinda–Balikpapan dengan jadwal cukup padat.
Keberangkatan bus tersedia setiap sepuluh menit, mulai pukul 06.00 hingga 20.00 Waktu Indonesia Tengah (Wita. Jadwal itu membuat terminal alternatif ini diminati penumpang yang ingin menghemat waktu.
Selain soal jadwal, Iwan menyoroti kemudahan memesan transportasi daring di sekitar terminal bayangan.
Ia menyebut, di terminal resmi penumpang harus berjalan keluar area hanya untuk mendapatkan akses ojek maupun taksi online. Kondisi ini dinilai menyulitkan, apalagi bagi penumpang dengan banyak barang bawaan.
“Kalau di terminal resmi, aplikasi seperti Maxim tidak bisa masuk. Kasihan penumpang karena harus jalan jauh. Di sini mereka bisa langsung dijemput di titik kedatangan,” jelasnya.
Fenomena ini membuat banyak warga, khususnya mahasiswa, lebih nyaman menggunakan terminal bayangan.
Lokasinya yang lebih dekat dengan kawasan pemukiman dinilai mempersingkat waktu perjalanan sekaligus memudahkan akses ke transportasi lanjutan.
Meski sempat mendapat teguran dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kalimantan Timur dan Dinas Perhubungan Samarinda, Iwan membantah bahwa aktivitas di terminal bayangan menyebabkan kemacetan.
Menurutnya, lalu lintas di kawasan APT Pranoto tetap lancar tanpa hambatan berarti.
“Selama ini tidak pernah ada macet di sini. Tidak ada juga kecelakaan. Aksesnya lancar-lancar saja, alhamdulillah,” tegasnya.
Ia menambahkan, jika ditanya langsung kepada pengguna jasa, sebagian besar penumpang justru lebih memilih naik dari terminal bayangan ketimbang terminal resmi. Faktor efisiensi waktu dan kemudahan akses menjadi alasan utama.
“Kalau minta pendapat ke masyarakat, banyak yang lebih suka di sini. Terutama mahasiswa, mereka lebih nyaman menunggu dan berangkat dari lokasi ini,” imbuhnya.
Terkait legalitas, Iwan menyatakan pihaknya terbuka untuk berdialog dengan pemerintah daerah.
Ia berharap jika ada pembahasan lebih lanjut mengenai status terminal bayangan, pengelola bus juga dilibatkan.
“Kalau memang diajak bicara, kami siap untuk diskusi. Kami ingin ada solusi yang sama-sama baik bagi penumpang maupun sopir bus,” katanya.
Fenomena terminal bayangan, menurut Iwan, bukan hal baru. Ia menyebut praktik serupa banyak ditemui di daerah lain di Indonesia, mulai dari Pulau Jawa hingga Sulawesi.
Pola ini muncul karena ada kebutuhan masyarakat akan transportasi cepat yang lebih fleksibel dibandingkan terminal resmi.
“Kalau kita lihat, hampir semua daerah punya terminal bayangan. Karena memang kenyataannya, masyarakat memanfaatkannya untuk menambah kemudahan dan sopir juga bisa mendapat tambahan penumpang,” tandasnya.
Dengan semakin berkembangnya transportasi daring dan meningkatnya mobilitas harian, keberadaan terminal bayangan menjadi perdebatan tersendiri.
Pemerintah dituntut mencari keseimbangan antara penegakan aturan, kelancaran lalu lintas, dan kebutuhan masyarakat akan akses transportasi yang praktis.