Samarinda, natmed.id – Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM (DPPKUKM) Provinsi Kalimantan Timur mengungkap temuan penting dari hasil pengawasan mutu terhadap beras kemasan yang beredar di pasar ritel dua kota utama, Samarinda dan Balikpapan.
Pemeriksaan ini merupakan bagian dari komitmen Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dalam memastikan perlindungan konsumen atas akses pangan yang berkualitas, aman, dan sesuai ketentuan harga.
Kepala Dinas Heni Purwaningsih menjelaskan bahwa pengawasan dilakukan secara menyeluruh terhadap 17 merek beras kemasan berukuran 5 kilogram yang dijual secara luas di dua kota tersebut.
Pengujian ini mencakup aspek mutu fisik, kelayakan konsumsi, serta kepatuhan terhadap ketentuan harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah.
“Tim pengawasan telah melakukan pengambilan 17 sampel beras di dua kota, yakni Samarinda dan Balikpapan,” ujar Heni dalam konferensi pers yang digelar di Aula Keminting, lantai 4 kantor DPPKUKM Kaltim pada Senin, 4 Agustus 2025,
Dari hasil pengujian laboratorium, ditemukan bahwa sembilan dari tujuh belas sampel tidak memenuhi beberapa parameter mutu fisik yang telah ditentukan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 6128:2020. Ketidaksesuaian tersebut meliputi tingginya kadar butir patah, kandungan menir, butir kuning atau rusak, serta keberadaan butir kapur.
Meski seluruh merek terbukti bebas dari kontaminasi hama, penyakit, bau asing, maupun bahan kimia berbahaya, kualitas fisiknya tetap menjadi catatan penting.
Beberapa merek yang tercatat dalam hasil pengawasan antara lain Sania, Rahma, Rumah Tulip, Mawar Melati, Rojolele, Ketupat Manalagi, Siip, Blekok, Kura-Kura, dan Tiga Mangga Manalagi.
Kendati tidak seluruh merek mengalami pelanggaran, sebagian di antaranya menunjukkan penyimpangan signifikan terhadap klasifikasi mutu yang seharusnya.
Aspek harga pun tidak luput dari sorotan. Ditemukan adanya perbedaan harga yang cukup mencolok antara harga eceran yang tertera di pasar dengan HET yang berlaku. Selisih harga tersebut berada dalam rentang Rp600 hingga Rp2.200 per kilogram. Situasi ini mengindikasikan adanya potensi distorsi pasar yang dapat merugikan konsumen, terutama di tengah tekanan daya beli masyarakat.
Menanggapi hasil tersebut, Heni menegaskan bahwa pengawasan ini bukanlah bentuk represif terhadap pelaku usaha, melainkan langkah korektif dan preventif dalam rangka menjamin hak-hak konsumen terhadap pangan yang layak dan terjangkau.
“Pengawasan ini bukan untuk merugikan pelaku usaha, tetapi untuk memastikan konsumen mendapatkan beras berkualitas sesuai standar dengan harga yang wajar. Kami akan terus berkoordinasi dengan pihak terkait untuk pembinaan dan penindakan bila diperlukan,” katanya.
Ia juga menyampaikan bahwa hasil dari pengawasan ini akan digunakan sebagai dasar untuk menyusun langkah pembinaan kepada produsen dan distributor, serta mengevaluasi kebijakan distribusi dan penetapan harga beras di tingkat daerah.
Pemerintah Provinsi, menurut Heni, akan lebih memperkuat pengawasan ke depan agar tidak hanya reaktif, tetapi juga preventif terhadap pelanggaran mutu dan harga di pasar.
DPPKUKM juga mengimbau masyarakat agar lebih cermat dalam memilih produk beras, mulai dari memperhatikan label kemasan, informasi mutu, hingga harga jual yang sesuai ketentuan.
Di sisi lain, pelaku usaha diingatkan untuk mematuhi standar mutu dan kebijakan harga sebagai bentuk tanggung jawab dalam menjaga stabilitas distribusi pangan.
“Kami akan berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten dan kota di Kalimantan Timur. Karena kami juga meyakini merek beras ini juga beredar di 10 kabupaten/kota di Kalimantan Timur,” tegas Heni.
Lebih dari sekadar kegiatan administratif, pengawasan mutu dan harga pangan, khususnya beras, menurut DPPKUKM Kaltim merupakan instrumen penting dalam menjaga daya beli masyarakat serta memperkuat ketahanan pangan lokal.
Heni menyebut bahwa komoditas beras memiliki dampak langsung terhadap struktur pengeluaran rumah tangga, sehingga pengawasan harus dilakukan secara berkala dan menyeluruh.