National Media Nusantara
Nasional

Papua, Skouw, Cinta dan Kina

Oleh: Desa Arianda

Jajayapura, Natmed.id – Dua hari lagi Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua akan segera berakhir. Ajang olahraga multievent empat tahunan itu sudah  tentu akan menjadi sejarah bagi masyarakat Papua.

Terlepas dari beragam suka duka perjuangan para atlet, pelatih dan ofisial di arena PON Papua, Natmed.id ingin sedikit berbagi cerita tentang Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Skouw. Pos lintas batas antara negara Indonesia dan Papua Nugini.

“Sempatkan mampir ke PLBN Skouw mumpung sudah sampai di sini (Papua),” saran Asisten Pemkesra Setda Provinsi Kaltim HM Jauhar Efendi, usai jumpa pers di Media Center Kaltim untuk PON XX Papua di Hotel Front One, Minggu (3/10/2021).

PLBN Skouw terletak di Desa Skouw, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura. Jaraknya sekitar 70 km dari Kota Jayapura. Waktu tempuh sekarang hanya sekitar 60 menit dari ibu kota Papua. Jalannya mulus hitam dan lebar. Anda tidak akan menemukan lubang di badan jalan saat menuju ke sana. Sebuah pertanda betapa kokohnya kedaulatan negara di ujung timur republik ini.

Melintasi  kilau merah Jembatan Holltekamp sepanjang 433 meter, pesona indah Teluk Youtefa membentang dengan biru air lautnya.

Lepas dari jembatan yang resmi beroperasi sejak Juli 2019 itu, giliran jejeran pohon nyiur pantai Holtekamp menyapa. Berikutnya keindahan perbukitan Muara Tami. Dari pinggir pantai Holtekamp terlihat satu bendera Merah Putih berukuran jumbo dipasang di atas perbukitan dengan view langsung ke Teluk Youtefa.

“Kabarnya, di atas bukit yang ada bendera Merah Putih itu akan dibangun kantor presiden,” sebut Amat, sopir yang membawa kami ke PLBN Skouw.

Dari dalam mobil kami hanya mengangguk, sambil mengiyakan. Bersama saya ada staf protokol Biro Adpim Setda Provinsi Kaltim Arif Rachman  dan Sekretaris PWI Kaltim Wiwid Marhaendra Wijaya, yang juga staf KONI Kaltim untuk urusan hubungan masyarakat alias humas.

Tak terasa kami sudah tiba di pos penjagaan masuk PLBN Skouw. Di lokasi nampak sudah banyak terparkir kendaraan roda empat dan bus. Rupanya, mereka juga kontingen PON dari berbagai provinsi yang tidak ingin melewatkan kesempatan berkunjung ke perbatasan negara di ujung timur Indonesia itu.

Setiap pengunjung harus melewati pemeriksaan petugas. Beberapa personel TNI lainnya juga tampak bersiaga.

Sejurus kemudian kami dipersilakan masuk ke areal PLBN Skouw. Dari kejauhan samar kami melihat dua susun tulisan. Di bagian atas tertulis SKOUW dengan warna merah. Sementara di bawahnya tertulis  Border Post Of Republic Of Indonesia berwarna putih.

“Alhamdulillah, akhirnya sampai ke sini,” ucap Wiwid Marhaendra Wijaya yang kemudian diamini Arif Rachman. Keduanya tampak bahagia dan tak melepaskan spot-spot foto yang ada di area seluas 10,7 hektare itu.

Di area belakang gedung, terdapat satu patung Garuda Pancasila dalam ukuran lumayan besar. Lokasi ini merupakan salah satu spot foto yang juga tidak boleh dilewatkan saat berkunjung ke sini.

Kami lalu menuju pintu gerbang perbatasan negara. Tampak dua personel Brimob bersenjata lengkap, siaga berjaga. Keduanya selalu ramah menyapa dan tak sekalipun menolak ajakan berfoto dari para pengunjung, yang umumnya adalah atlet dan kontingen PON dari luar Papua.

Sementara di sebelah tampak pintu gerbang besi yang juga dalam posisi tertutup. Di tengahnya berkibar bendera Papua Nugini.  Warnanya dominan merah dan hitam. Lima bintang putih dan burung surga bercorak kuning menghias bendera itu. Di atas gerbang mereka pun tertulis “Welcome to Papua New Guinea”.

Dua pintu gerbang RI dan Papua Nugini itu memang sepakat ditutup sejak merebaknya pandemi Covid-19.

Padahal tidak jauh dari perbatasan Skouw, terdapat sebuah pasar yang biasa  mempertemukan pedagang dan pembeli dari kedua negara bertetangga.

“Biasanya Pasar Skouw ini rame di hari Kamis dan Sabtu,” kata Maria, penduduk setempat.

Selain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar Skouw, pasar ini lebih banyak diserbu warga Papua Nugini, yang memang diperkenankan melintas dengan hanya menggunakan kartu identitas.

“Karena harga sembako di sini jauh lebih murah,” sebut Maria lagi.

Pembeli biasa datang dari Wutung, Vanimo bahkan dari Port Moresby, ibu kota Papua Nugini.

Biasanya para pedagang dari Papua Nugini mengangkut barang belanjaan mereka menggunakan gerobak, lalu dibawa ke gerbang perbatasan. Di sana kendaraan mereka sudah menunggu. Konon transaksi di pasar Skouw ini bisa mencapai miliaran rupiah setiap harinya. Tapi sayang, karena pandemi semuanya terhenti untuk sementara waktu. Sembako yang dijual umumnya datang dari Jawa, lalu singgah ke Jayapura, dan dibawa oleh para pedagang dari Sulawesi dan Jawa ke Desa Skouw.

Tidak jauh dari gerbang perbatasan terdapat satu monumen, namanya “Dispela Monument I No Boda Mak”. Monumen ini ditandatangani Presiden RI saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Papua Nugini Sir Michael Somare  pada 17 Maret 2010.

Saat berpose di monumen itu, dua anak kecil menghampiri kami. “Bapak, ini uang lobang,” sapa Luciana, dan adiknya Deby.

Luci lalu menyodorkan 7 lembar uang Kina, mata uang Papua Nugini. Masing-masing lembar seharga 2 Kina  Dia dan adiknya adalah warga Papua Nugini. Tapi tinggal tidak jauh dari monumen perbatasan ini.

“Satu lembar ini dua Kina. Satu Kina, empat ribu. Dua Kina delapan ribu,” ucap Luci menawarkan uang lobangnya.

Kami pun membeli uang Kina itu dengan harga lebih, Rp 5 ribu  per satu Kina. Luci pun senang. Ia pun bergegas pergi untuk membeli permen atau juga mie instan.

Itulah sedikit cerita perjalanan kami ke PLBN Skouw. Aura cinta Tanah Air begitu kuat di sini. Mungkin ini maksud  Pak Jauhar (Asisten Pemkesra) agar kami bisa meluangkan waktu mampir ke Skouw.  Wallahualam.

Related posts

Potensi Iuran Rp484,6 juta, Baru 7 Dari 23 Badan Usaha Patuh Beri BPJS Kesehatan Dan Ketenagakerjaan

Aditya Lesmana

Semarang Kota Pertama dengan Sistem CCTV Sampai Tingkat RT

Febiana

Kabar Duka Selimuti Indonesia, Jokowi Melayat Mendiang Istri Menkumham

natmed