National Media Nusantara
Kalimantan Timur

Kaltim Masuk 10 Besar Daya Saing Digital, Influencer Potensial Jadi Agen Literasi

Samarinda, Natmed.id – Kalimantan Timur (Kaltim) berhasil menembus 10 besar provinsi dengan daya saing digital tertinggi di Indonesia versi East Ventures Digital Competitiveness Index (EV-DCI) 2025. Dengan skor 47,9, Kaltim menempati posisi ke-8 nasional sekaligus menjadi provinsi dengan daya saing digital tertinggi di kawasan Kalimantan.

Capaian ini dinilai membuka peluang besar bagi penguatan partisipasi politik berbasis digital, terutama jelang Pilkada serentak 2024. Data EV-DCI mencatat, jumlah pengguna internet di Kaltim mencapai 5,5 juta jiwa, dengan sekitar 3,4 juta di antaranya aktif menggunakan media sosial. Angka tersebut setara dengan setengah lebih dari total populasi Kaltim.

Ketua Forum Jurnalis Perempuan Indonesia Kaltim Tri Wahyuni melihat fenomena ini sebagai peluang untuk menjadikan media sosial sebagai ruang partisipasi politik yang lebih sehat dan inklusif. Menurutnya, generasi muda Kaltim, khususnya Gen Z, memiliki kecenderungan lebih percaya pada konten kreatif yang diproduksi influencer dibandingkan sosialisasi politik konvensional.

“Generasi digital hari ini tidak sekadar penonton. Mereka aktif membentuk opini, ikut dalam diskusi, dan menyebarkan informasi politik. Jika diarahkan dengan baik, ini bisa memperkuat demokrasi,” ujar Tri Wahyuni saat menjadi pemateri dalam Sosialisasi Pendidikan Politik yang digelar Badan Kesbangpol Kota Samarinda di Arutalla Ballroom Bapperida Samarinda, Selasa 23 September 2025

Dalam forum itu, Dr H Muh Jamal Amin, dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Mulawarman, juga menyoroti perbedaan mendasar antara influencer dan buzzer. Influencer, katanya, biasanya membangun pengaruh melalui kredibilitas dan kreativitas konten, sedangkan buzzer cenderung bertugas menyebarkan pesan tertentu secara masif tanpa basis reputasi.

“Konotasi buzzer sering negatif karena dikaitkan dengan propaganda atau serangan politik. Sedangkan influencer punya peluang lebih besar mengedukasi pemilih lewat bahasa yang sederhana dan dekat dengan keseharian audiens,” jelas Jamal.

Ia menambahkan, di tengah tingginya penetrasi media sosial di Kaltim, influencer bisa berperan sebagai agen literasi digital. Konten-konten mereka mampu mendorong kesadaran politik, mengajak anak muda ikut memilih, sekaligus mengurangi risiko apatisme.

Meski begitu, peluang ini tidak lepas dari tantangan. Berdasarkan data Kementerian Kominfo, sepanjang 2023–2024, hoaks politik mendominasi percakapan digital menjelang kontestasi elektoral. Narasi berbasis SARA dan politik identitas juga kerap menjadi bahan kampanye yang berpotensi memecah belah masyarakat.

Tri Wahyuni mengingatkan, kredibilitas dan integritas menjadi kunci agar influencer tidak terjebak dalam arus disinformasi. Ia mendorong agar konten politik yang beredar tetap berlandaskan verifikasi fakta, etika komunikasi, dan kepatuhan terhadap aturan kampanye.

“Influencer harus tampil sebagai jembatan edukasi politik, bukan sekadar corong kampanye. Konten kreatif bisa dipakai untuk menyebarkan optimisme, memperkuat persatuan, sekaligus mengajak masyarakat menggunakan hak pilihnya dengan cerdas,” tutur Tri.

Penguatan partisipasi politik di ruang digital harus dilakukan secara kolaboratif antara pemerintah, penyelenggara pemilu, dan masyarakat sipil. Aturan kampanye di media sosial pun sudah diatur dalam PKPU Nomor 15 Tahun 2023 dan UU ITE yang memberi batasan jelas terkait hoaks, ujaran kebencian, hingga serangan pribadi.

Dengan posisi Kaltim di peringkat delapan daya saing digital, peluang partisipasi politik berbasis media sosial dinilai semakin terbuka lebar. Potensi ini sekaligus menegaskan peran penting influencer lokal dalam membangun ruang demokrasi yang lebih sehat, damai, dan inklusif.

Related posts

Rp 43,37 Triliun Anggaran PEN Tahun 2021 Berpotensi Tidak Terserap

Aditya Lesmana

Pertama di Indonesia, Penyaluran Dana FCPFCF Perlu Diawasi

Irawati

Gelar Open Sale Realme 9 Pro

Nediawati

You cannot copy content of this page