
Samarinda, natmed.id – Anggota DPRD Kalimantan Timur Guntur menegaskan bahwa persoalan banjir yang terus berulang di wilayah Kutai Kartanegara (Kukar) tidak bisa lagi ditangani secara biasa-biasa saja.
Dalam pandangannya, kombinasi antara curah hujan ekstrem dan sedimentasi Sungai Mahakam yang terus meningkat telah menjadikan persoalan banjir sebagai isu yang memerlukan pendekatan struktural, terencana, dan segera dilaksanakan.
Guntur, yang duduk di Komisi II DPRD Kaltim dan mewakili daerah pemilihan Kukar, menyebutkan bahwa selama bertahun-tahun pengerukan sungai tidak dilakukan secara berkelanjutan. Padahal, Sungai Mahakam merupakan urat nadi yang vital bagi kelancaran sistem aliran air di kawasan tersebut.
“Pada saat curah hujan tinggi, alam tidak bisa kita bendung. Salah satu penyebab utama lambatnya air surut di Kukar adalah sedimentasi Sungai Mahakam yang sudah mencapai 5 sampai 7 sentimeter per tahun. Puluhan tahun kita tidak melakukan pengerukan,” tutur Guntur saat ditemui di Kantor DPRD Kaltim, Rabu, 9 Juli 2025.
Kondisi geografis Kukar yang dilintasi Mahakam membuat wilayah itu sangat bergantung pada kelancaran aliran sungai. Namun, semakin tahun, dasar sungai makin dangkal akibat endapan lumpur yang terus bertambah.
Proses alamiah itu, menurut Guntur, hanya bisa dihadapi melalui langkah teknis yang tidak bisa ditunda-tunda, yakni pengerukan secara rutin dan sistematis.
Ia menyadari bahwa kewenangan atas Sungai Mahakam berada di tangan pemerintah pusat. Namun, alur birokrasi yang panjang kerap membuat intervensi dari pusat tidak selalu bisa hadir tepat waktu.
Oleh karena itu, Guntur mendorong agar Perusahaan Daerah (Perusda) turut diberdayakan dalam proses pengerukan.
“Kami di Komisi II sudah koordinasi dengan Perusda. Harapannya Perusda bisa dilibatkan agar tidak selalu tergantung pada pusat. Kalau mengandalkan pusat, prosesnya lama,” terangnya.
Menurutnya, Perusda bisa menjadi mitra teknis yang strategis dalam mempercepat respons atas situasi darurat maupun kebutuhan jangka panjang. Terlebih, pengerukan tidak hanya dibutuhkan saat terjadi banjir, melainkan harus menjadi agenda rutin, khususnya di kawasan muara yang sangat rawan pendangkalan.
“Kalau Sungai Mahakam dikeruk secara berkala, saya yakin saat hujan tinggi air bisa cepat mengalir. Kita bisa buktikan saat surut saja pendangkalannya kelihatan sekali,” imbuhnya.
Meski begitu, Guntur mengingatkan agar pengerukan sungai tidak dilakukan serampangan. Ia menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara intervensi teknis dan perlindungan lingkungan.
Ia secara khusus menyoroti keberadaan pesut Mahakam yang populasinya terus menurun dan habitatnya rentan terganggu oleh aktivitas manusia.
“Saya juga takut pengerukan ini berdampak ke tempat menginap pesut di sekitar Danau Semayang. Kita tidak mau kehilangan ikon Kaltim itu sendiri. Itu yang harus kita jaga,” ungkap Guntur.
Ia mengakui bahwa Pemkab Kukar sudah mulai merespons persoalan banjir ini dengan merancang perbaikan sistem drainase serta penguatan infrastruktur pengendali banjir. Menurutnya, langkah ini patut diapresiasi, namun tetap harus disinergikan dengan agenda besar pengerukan sungai agar hasilnya maksimal.
Sejauh ini, komunikasi antara Komisi II DPRD Kaltim, Pemerintah Kabupaten Kukar, dan Perusda terus dibangun agar muncul sinergi dalam penanganan banjir.
Salah satu dorongan terbesarnya adalah mengupayakan agar Perusda dapat diberi ruang yang lebih luas, baik secara teknis maupun anggaran, untuk ikut serta dalam pengerukan sungai.
“Kalau Perusda diberi kewenangan teknis dan anggaran, pengerukan bisa dilakukan sewaktu-waktu tanpa harus menunggu lama,” sebut Guntur.
Guntur berharap agar sinergi antarlevel pemerintahan dan perusahaan daerah bisa menjadi titik balik dalam memperbaiki tata kelola air di Kukar.