
Samarinda, natmed.id – Anggota DPRD Kalimantan Timur Syarifatul Sya’diah menyebutkan bahwa pengawalan terhadap pelaksanaan visi dan misi kepala daerah yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan keharusan yang tidak bisa dinegosiasikan.
Menurut Syarifatul, RPJMD bukan sekadar dokumen administratif, melainkan peta jalan pembangunan daerah selama masa jabatan kepala daerah.
Dalam RPJMD, terang dia, terkandung serangkaian arah kebijakan strategis yang harus dijabarkan dan diimplementasikan oleh seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) secara konkret dan terukur.
Oleh karena itu, DPRD sebagai mitra pengawas merasa penting untuk melihat secara langsung pelaksanaan program-program yang berakar dari dokumen perencanaan tersebut.
“Karena RPJMD itu penjabaran visi dan misi di masing-masing OPD, kita undang siang ini OPD-OPD yang di dalamnya banyak memuat visi misi. Jadi kita ingin lihat langsung anggarannya, prioritasnya apa saja, dan kendala apa yang mereka hadapi,” ujarnya kepada awak media usai mengikuti Rapat Paripurna ke-22 di Gedung DPRD Kalimantan Timur, Jalan Teuku Umar, Samarinda, pada Rabu, 9 Juli 2025
Komisi III DPRD Kaltim, tempat Syarifatul berkiprah, menurutnya terus berupaya untuk memastikan setiap program dan kegiatan dari pemerintah daerah benar-benar menyentuh kebutuhan riil masyarakat.
Ia menjelaskan bahwa sebelumnya pihaknya telah mendengar pemaparan dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), dan dalam waktu dekat juga akan menggali informasi lebih dalam dari Tim Percepatan Pembangunan.
“Kemarin kami sudah rapat dengan Bappeda untuk dengar pemaparannya. Ke depan kita juga akan minta masukan dari Tim Percepatan. Karena kadang kala visi dan misi itu tidak sesuai dengan realitas di lapangan, jadi kita harus pastikan pelaksanaannya betul-betul tepat sasaran,” tegasnya.
Salah satu program yang tak luput dari sorotan adalah Gratispol, program pendidikan gratis untuk jenjang SMA/SMK hingga perguruan tinggi yang ditujukan bagi seluruh warga Kalimantan Timur yang memiliki KTP daerah tersebut.
Meskipun diakui sebagai program unggulan yang berpihak kepada akses pendidikan, Syarifatul mengingatkan bahwa eksekusinya harus mempertimbangkan kondisi keuangan daerah dan prinsip keadilan sosial.
Ia menyampaikan bahwa program Gratispol membutuhkan anggaran yang sangat besar, yakni sekitar Rp5,5 triliun. Menurutnya, program ini diharapkan dapat menjangkau masyarakat yang benar-benar membutuhkan, namun di sisi lain, ia mengakui bahwa keterbatasan anggaran menjadi tantangan utama dalam pelaksanaannya.
Oleh sebab itu, Politikus Partai Golkar itu, mengusulkan perlunya verifikasi yang ketat dalam pelaksanaan program agar bantuan pendidikan benar-benar menyasar kelompok masyarakat yang membutuhkan. Dengan cara itu, kata Syarifatul, dana publik yang tersedia bisa dihemat dan dialihkan ke sektor lain yang juga mendesak, seperti infrastruktur di daerah-daerah pelosok.
“Kami berharap dengan verifikasi seperti ini, anggaran bisa lebih efisien dan bisa digunakan juga untuk kebutuhan lain di daerah-daerah yang masih sangat memerlukan, seperti dapil kami,” imbuhnya.
Berbicara mengenai dapilnya di Kabupaten Berau, Syarifatul mengangkat isu klasik yang hingga kini belum kunjung mendapatkan penyelesaian menyeluruh seperti, keterisolasian infrastruktur.
Ia menggarisbawahi bahwa persoalan utama di wilayahnya bukan sekadar soal banjir atau kemacetan seperti di kota besar, tetapi persoalan akses dasar menuju wilayah-wilayah potensial.
“Infrastruktur di tempat kami, di Berau, masih jauh dari kata maksimal. Tidak seperti di Samarinda atau Balikpapan yang masalahnya paling-paling soal banjir. Kalau kami, di Berau, memang punya spot-spot wisata yang cantik, alami, tapi aksesnya masih sulit,” katanya.
Ia menceritakan pengalamannya saat melakukan kunjungan kerja ke Desa Merabu, sebuah wilayah dengan kekayaan alam luar biasa yang telah menarik minat wisatawan internasional. Namun, potensi besar itu masih terhambat oleh kondisi jalan yang belum layak dilalui, terutama pada musim hujan.
“Kami waktu reses ke Merabu, banyak sekali spot wisata yang alami dan sudah dikenal wisatawan luar negeri. Tapi untuk masuk ke sana masih harus melewati jalan berlumpur dan berdebu, apalagi kalau hujan. Jadi bagaimana kita mau jual pariwisata kalau aksesnya saja masih begitu,” jelasnya.
Terhadap kondisi tersebut, ia berharap pemerintah daerah bersama DPRD bisa meningkatkan alokasi anggaran untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, utamanya di kawasan-kawasan yang memiliki nilai strategis bagi masa depan perekonomian daerah, seperti sektor pariwisata.
“Daerah kami luas sekali, dan sangat membutuhkan pembangunan infrastruktur yang merata. Kalau mau pariwisata berkembang, akses ke lokasi harus dibuka dan diperbaiki,” tuturnya.
Syarifatul menegaskan, pembangunan yang adil dan merata hanya akan terjadi jika perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan program dijalankan dengan cermat, serta melalui pengawasan yang aktif dan serius dari seluruh elemen, termasuk legislatif.