National Media Nusantara
DPRD Kaltim

DPRD Kaltim Dorong Pembangunan Jalan Khusus Tambang

Teks: Ketua Komisi III DRPD Kaltim, Abdulloh

Samarinda, natmed.id – Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur, Abdulloh menegaskan bahwa perusahaan tambang tidak boleh lagi menggunakan jalan umum sebelum mereka membangun jalur khusus untuk keperluan operasionalnya.

Pernyataan tersebut disampaikan sebagai respons atas banyaknya keluhan masyarakat terkait kerusakan infrastruktur jalan akibat intensitas lalu lintas kendaraan tambang yang kian meningkat.

Menurut Abdulloh, praktik penggunaan jalan publik oleh kendaraan tambang selama ini kerap menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat. Selain mengakibatkan rusaknya jalan, peningkatan angka kecelakaan lalu lintas dan munculnya ketegangan sosial menjadi dampak yang tak bisa dihindari.

“Jalan umum tidak boleh dipakai sembarangan oleh perusahaan tambang. Sebelum mereka membangun jalan sendiri, izin tidak bisa diberikan. Regulasi bisa ditegakkan supaya masyarakat tidak dirugikan,” tegas Abdulloh belum lama ini, Selasa, 5 Agustus 2025.

Ia menjelaskan bahwa kerusakan jalan bukan sekadar permasalahan infrastruktur semata, melainkan menyangkut hak dasar masyarakat dalam mengakses mobilitas yang aman dan nyaman. Dalam sejumlah kasus, situasi ini bahkan menyulut konflik antara warga dan perusahaan.

Salah satu insiden yang menjadi perhatian Komisi III terjadi di Muara Kati, Kabupaten Kutai Kartanegara. Di wilayah tersebut, warga sempat terlibat ketegangan dengan perusahaan tambang akibat jalan penghubung yang rusak parah oleh aktivitas truk bermuatan berat.

“Seperti di KPC contohnya, mereka sedang membangun jalan sepanjang 12,7 kilometer sebelum menggunakan jalan nasional sepanjang 17,8 kilometer,” katanya.

Langkah yang diambil oleh perusahaan tambang Kaltim Prima Coal (KPC) itu, menurut Abdulloh, merupakan contoh terbaik yang layak diadopsi oleh seluruh perusahaan tambang yang beroperasi di Kalimantan Timur.

Ia menekankan bahwa dunia usaha tidak boleh hanya mengejar keuntungan ekonomi semata, tetapi harus pula memikirkan dampak sosial dan lingkungan dari aktivitas mereka.

“Itu langkah yang benar. Jangan sampai perusahaan hanya ambil, sementara masyarakat yang menanggung kerugiannya,” sambungnya.

Masalah lain yang tak kalah krusial adalah penggunaan lahan masyarakat untuk pembangunan jalan tambang.

Abdulloh menyatakan bahwa setiap pengambilan lahan harus melewati mekanisme yang adil dan transparan, termasuk pemberian ganti rugi yang layak berdasarkan nilai keekonomian tanah tersebut.

“Tidak boleh ada masyarakat yang dirugikan. Tanah yang dipakai perusahaan harus ada ganti ruginya,” ujarnya.

Meskipun telah menyuarakan desakan agar perusahaan bertanggung jawab membangun jalur sendiri, Abdulloh menyadari bahwa kewenangan teknis pengelolaan jalan nasional sepenuhnya berada di bawah otoritas Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN). Dalam hal ini, DPRD Kalimantan Timur hanya memiliki fungsi rekomendatif dan pengawasan.

“Kami memberikan masukan dan teknis rekomendasi. Tapi secara kewenangannya ada di BPJN. Walaupun begitu, DPRD akan terus mengawal agar aturan ditegakkan,” katanya.

Komisi III juga menyoroti pentingnya sinkronisasi regulasi antara lembaga pemerintah pusat, provinsi, hingga kabupaten dan kota. Abdulloh menyebut bahwa tanpa koordinasi yang baik antarlevel pemerintahan, kebijakan di lapangan justru berisiko tumpang tindih dan menghambat investasi.

“Kalau regulasi tidak sinkron, kita akan terus menghadapi kebingungan dalam pelaksanaan di lapangan. Investasi bisa terganggu, masyarakat juga dirugikan,” jelasnya.

Selain fokus pada isu jalan tambang, DPRD Kalimantan Timur juga tengah mendorong revisi Peraturan Daerah mengenai pengelolaan alur sungai.

Menurut Abdulloh, langkah ini bertujuan untuk membuka ruang fiskal baru guna memperkuat Pendapatan Asli Daerah (PAD), terutama dari sektor-sektor yang selama ini belum tergarap secara optimal.

“Perda ini nantinya akan memperluas pengelolaan alur sungai agar daerah bisa memastikan masyarakat mendapat pemasukan yang selama ini belum maksimal. Jadi selain jalan tambang kita juga harus mencari sumber PAD lain,” jelasnya.

Dalam pandangannya, penguatan PAD dan perlindungan masyarakat dari dampak aktivitas industri ekstraktif merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya harus bergerak seiring untuk menciptakan pembangunan yang inklusif dan berkeadilan.

Menurut Abdulloh, investasi tambang bukan sesuatu yang ditolak DPRD. Namun, ia menekankan bahwa setiap investasi harus hadir bersama dengan tanggung jawab sosial yang nyata, termasuk komitmen terhadap pembangunan infrastruktur dan perlindungan lingkungan.

“Kami tidak anti-investasi. Tapi investasi harus memberi manfaat nyata. Jalan perusahaan wajib dibangun, dan itu harga mati. Masyarakat sudah terlalu lama menanggung beban,” tegasnya.

DPRD Kalimantan Timur, melalui Komisi III, berkomitmen untuk terus mengawasi jalannya pembangunan jalan khusus tambang serta memperjuangkan regulasi yang dapat memperkuat kapasitas fiskal daerah. Di saat bersamaan, perlindungan atas hak-hak masyarakat tetap menjadi prioritas yang tak bisa ditawar.

Related posts

100 Hari Kerja Disebut Awal Keseriusan Gubernur Wujudkan Janji Politik

Nanda

Darlis Pattalongi Sebut Masalah Banjir Samarinda Butuh Kolaborasi Lintas Wilayah

Paru Liwu

Program PTSL di Kaltim Terkendala Izin HGU

Laras

You cannot copy content of this page